Berbagi kisah dan rasa

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Gara-gara Jo in-Sung


Ada yang kenal dengan Jo in-Sung? Atau Lee min-Ho? Bagi para penonton drama korea pasti sudah tidak asing lagi, termasuk saya. Hehe

                                

Dibandingkan sinetron dalam negeri, saya lebih suka menonton drama dari negeri ginseng ini. Entahlah, menurut saya drama korea tidak selebay dan sedramatis sinetron kita. Tapi ya, kembali lagi ke pribadi masing-masing  lebih suka menonton yang mana.

Saya ingat, drama korea yang pertama kali saya tonton berjudul Full house yang dibintangi oleh Rain dan Song Hye-kyo. Saat itu saya masih sekolah di SMK. Sejak saat itu, drama korea menjadi semacam tontonan favorit saya. Hingga kini aktifitas saya menjadi ibu rumah tangga, saya masih suka menonton. Jam-jam siang di chanel LBS TV-K drama menjadi favorit saya. Sebatas hiburan saja sebenarnya. Karena saya tidak sehisteris para ABG yang mengidolakan artis korea.

Banyak sinema korea yang memiliki cerita yang menarik. Diluar kebiasaan para artis korea yang suka melakukan operasi plastik, bagi saya drama korea tetap menjadi tontonan yang cukup menghibur. Habisnya, serem kalau lihat sinetron dalam negeri sekarang. Selain judulnya yang aneh, ceritanya pun bagi saya terlalu berlebihan. Memberi efek jangka panjang yang tidak begitu baik untuk para remaja bahkan anak-anak yang menonton. Yang tadinya dimaksudkan untuk menghibur, malah memberi pengaruh buruk. Memang tidak semua tontonan dalam negeri itu buruk, khususnya drama. Karena saya pernah juga menonton beberapa FTV  dan film yang memiliki cerita yang bagus dan tidak terlalu aneh. Itu tandanya, masih ada harapan untuk kita memiliki tayangan hiburan yang bagus sekaligus mendidik. Hanya saja kita sebagai penonton harus cerdas untuk memilih tayangan mana yang sekiranya memberi dampak yang baik.

Bicara drama korea pun sebetulnya ada kelebihan dan kekurangannya. Saya pun tidak mengatakan bahwa semua drama korea itu bagus dan mendidik. Mungkin bagi sebagian penonton remaja, jika tanpa filter, bisa membuat mereka menggemari berlebihan. Seperti mengidolakan para artis korea secara histeris atau mengikuti gaya berpakaian mereka yang tidak sesuai kultur budaya kita.

Tapi sejauh saya suka menonton drama tersebut, ada hal lain yang kemudian membuat saya tertarik. Seringnya mendengar percakapan para pemain drama dalam bahasanya, membuat saya berpikir untuk mencoba belajar bahasa korea. Ketertarikan saya muncul karena seringnya menonton drama tersebut. Lantas apa yang saya lakukan untuk mulai belajar? Saya mencoba memanfaatkan hp android yang saya pakai. Di google play store, saya mencari aplikasi belajar bahasa Korea. Dan taraaa....saya menemukan satu aplikasi yang cukup bagus. Learn korean, learning aplication. Sebuah aplikasi yang berisi lebih dari 800 frasa dan kosakata bahasa Korea. Cukuplah untuk seorang pemula yang ingin belajar secara otodidak. Serunya lagi, aplikasi ini memiliki animasi burung beo yang bisa membantu kita belajar bicara dalam bahasa korea. Jadi kita bisa tahu ejaan dan pengucapan bahasa korea yang benar.
Fiturnya terdiri dari:
-               Frasa dan kosakata yang umum di ucapkan
-               Pengucapan penutur asli
-               Merekam dan membandingkan pengucapan kita
-               Menyimpan dan mengelola frasa favorit kita
-               Mencari frasa dan kosakata yang menggunakan kunci
-               Tidak di perlukan koneksi internet


Jika kita mau mengambil manfaat dari sebuah hal, pasti akan ada hal baru yang bisa kita pelajari. Tidak tertutup kemungkinan, saya pun akan belajar bahasa lainnya. Memang bukan belajar intensif seperti kita mengikuti kursus. Tapi cukup untuk kita memiliki kepuasan tersendiri jika nanti menonton sebuah tayangan dalam bahasa yang berbeda, ada kosakata yang bisa kita pahami. Saya selalu senang belajar bahasa asing. Meskipun kemampuan saya masih bisa dikatakan nol, saya selalu tertarik untuk tahu lebih banyak. Mungkin selain memanfaatkan fitur handphone, untuk selanjutnya saya akan mulai mencari tambahan referensi dari buku atau media lainnya. So, let’s learning by doing :D menyenangkan loh. Biarpun jadi ibu rumah tangga dengan setumpuk pekerjaan rumah, tapi tetap harus berwawasan kan? Jadi emak-emak gaul kan nggak apa-apa toh? Gaulnya kan ikutan up to date belajar bahasa asing :D hihi. Biar ngga kalah sama ABG :D So, ayo semangat belajar :D 
[ Read More ]

Mayana dalam diam #Mayaseries

Ia menggerutu. Desauan angin menceracau menusuk gendang telinganya. Sebuah kesialan kah ia bertemu Nero di alam maya? Atau sebuah anugerahkah yang diberikan Tuhan? Mayana menatap nanar. Dalam bayangan bola mata hitamnya  ada sebuah asa semu. “Ah, dasar kau Nero! Satu waktu, aku ingin kau enyah saja dari setiap sudut labirin otakku! Namun disatu waktu lain aku begitu merindukanmu! Hah, gila!”

Mayana memang sedang mengarah gila sepertinya. Ia sering bicara sendiri pada cermin hatinya. Bukan...bukan sebuah kegilaan. Hanya sebuah perjalanan menuju sebuah celah yang membangunkan dirinya dari tidur panjang. Mengetuk halus setiap ujung syarafnya. Tentang sebuah rasa. Cintakah? Hmmm... Mayana tak mau berpikir.

Ia ditikam buluh perindu. “aku ini bodoh atau memang terlalu pandai untuk membodohi diriku sendiri?” lagi-lagi Mayana bicara pada angin yang enggan menyapanya barang secuil pun. Angkuhnya sang angin membuat Mayana sendu. Ia minta dibisiki sebuah jawab. Tanya itu apa? Dan apakah jawab adalah sebuah penyelesaian dari tanya?

Mayana di paksa jatuh. Ia tersungkur. Mendapati dirinya yang biru lebam. Lukanya tak dapat diraba dan dilihat manusia manapun. Luka itu abstrak namun nyata. “ hei, kau memang penjahat, Nero!”

Jemarimu lentik dan gemulai serta mengandung sebuah unsur kesaktian. Mayana tak pernah berada di alam nyatanya tatkala ia membaca satu  persatu rangkaian kalimat Nero. Berguru pada siapakah kau, hai Nero? Kau memang terlalu pandai untuk membuat seorang Mayana dan puluhan perempuan lain menatap penuh rona. Semua itu karena tuturmu!
Mayana menulis diatas kertas, “apakah sebetulnya laki-laki di dunia ini adalah Nero? Atau lebih tepatnya seperti Nero? Mayana di dera rasa tanya tentang sebuah tanya. Benarkah semua laki-laki sanggup menjadi Nero?
Mayana merengut, membiarkan bibirnya mengulum kesal. Nero...Nero...enyah kau  Nero!

Mayana benci.....tapi ia tak sanggup
Mayana ingin mendaratkan tamparan di pipi Nero, tapi ia tak akan pernah bisa.
Ia tak akan pernah bisa menyakiti Nero di alam nyatanya. Ia tak akan pernah mampu untuk sekedar mengeluarkan umpatan kecil. Mayana yakin Nero akan membuatnya kelu dengan pandangan dinginnya. Tanpa permisi langsung menuju sasaran puncak. Sebuah ruang dimana Mayana bermukim dengan asa semunya.

Ia antara ingin dan tidak untuk mengenyahkan Nero dari bumi hatinya. Ia ingin menikam Nero melalui sebuah pertempuran kalimat. Ya, Mayana hanya akan sanggup menikamnya melalui itu. Ia masih punya sisa kewarasan dan tak akan mungkin melakukan “The real  murder” Bodoh sekali pikir Mayana kalau ia sampai melakukan itu. Lagipula, ia bukan seorang penjahat.

***
Ia menatap orang yang yang sekarang berdiri di depannya. Mayana beradu pandang, “apa maksud kau memelototiku seperti itu, hah?!”
Mayana sebalnya bukan main. Sang interogator itu menatapnya lekat-lekat. Sesungguhnya ia merasa prihatin dengan Mayana. Dalam hatinya ia mengatakan bahwa Mayana adalah seorang perempuan yang sedang berada dalam stres tingkat tinggi! Ia merasa iba. Interogator itu melunak namun ia harus tetap menjalankan tugasnya.

Ah, andai saja Mayana tahu bahwa bapak interogator itu memiliki rasa iba untuknya, Mayana akan marah besar. Ia tak pernah suka orang-orang memberikan rasa iba untuknya. Hanya ia yang boleh memberikan rasa iba untuk dirinya sendiri. Hanya Mayana yang boleh mengasihani dirinya sendiri.

Mayana mendesah. “Manusia aneh kau, Nero!!” arggghh...Mayana ingin kembali normal. Ia tak ingin menjadi manusia abnormal. Mayana hilang dan berubah. Kemanakah Mayana yang penuh dengan rasionalitas dan penuh idealisme? “gara-gara kau, Nero!!”

Nero memang sanggup membuat para wanita memacu detak jantung mereka berjalan cepat sekaligus lambat, tersihir oleh setiap kata dan kalimat. Mayana sungguh ingin tahu bagaimana ekspresi wajahnya ketika ia menerima luncuran kalimat kagum dari para wanita itu. Termasuk Mayana. Mungkinkah ia akan tertawa puas dan merasa menang karena ia ternyata begitu pandai dan berbakat?

Rabb...Mayana tak bisa menemukan dirinya sendiri. Mayana membutuhkan sebuah penjelasan logis. Dan ia tak akan pernah menemukan jawaban logis itu. Semuanya irrasional dan Mayana sadar itu. Ia sendiri yang memutuskan untuk jatuh cinta pada mahluk yang memanggil dirinya Nero dan bergentayangan hanya di alam maya.

Nero adalah misteri. Ia sengaja membuat dirinya menjadi sebuah teka-teki yang menarik minat banyak kaum hawa. Dimanakah ia belajar ilmu yang membuat manusia sekaliber Mayana bisa benar-benar dibuatnya “Deeply struck” ?

Benarkah Mayana amat jatuh cinta pada Nero? Atau hanya pada tulisannya kah? Mayana bertanya dan menjawab sendiri pertanyaan hatinya. Ia tak tahu Nero. Mayana melupakan soal kriteria fisik yang dibuatnya untuk calon pendamping hidupnya. Ia tak tahu bentuk Nero. Ia hanya tahu Nero seorang jenius pencipta kalimat. Dan Mayana tak peduli pada apa pun. Ia hanya peduli pada kata hatinya yang mengatakan bahwa ia memang benar benar mencintai sang pemilik jari ajaib itu.

Mayana memainkan jemarinya. Sang interogator itu masih berdiri di depannya.
“Masih tidak mau juga kau jelaskan perihal kelakuanmu, hai Nona...”

Mayana seperti kepiting rebus sekarang. Ia memerah dan bergumam, “apa kau bilang? Kelakuanku? Memangnya aku berbuat apa?! Enak saja kau bicara!”
Aku atau dia yang bodoh... Mayana bergumam sengit.

“ Aku tak akan pernah mungkin membunuh Nero! Kau dengar itu?!”
Sang interogator tersenyum kecil.. “cobalah untuk mengelak terus, Nona....kau mengatakan padaku kalau kau tak akan sanggup membunuh Nero karena ia berharga untukmu. Tapi sepertinya kau lupa satu hal, Nona...”

Mayana tampak berfikir. “maksudmu?”
“Cinta seringkali membuat orang kehilangan akal sehat, pernahkah kau mendengar sebuah kasus dimana ada seorang perempuan yang begitu mencintai pria nya lantas membunuhnya dengan alasan karena ia begitu mencintanya?...”

Mayana mendengus. “mana ada...asal bicara saja, anda ini...”
Sang interogator itu meneruskan kalimatnya, “perempuan itu mengatakan ia membunuh pria yang dicintainya karena ia tak rela berbagi dengan perempuan lain. Sepertinya pria itu memiliki banyak penggemar wanita dan perempuan itu  hanya ingin pria itu dimilikinya seorang...kecenderungan memiliki yang amat sangat”

“Hah, gila!!.... ia membunuhnya dan itu berarti ia juga tak akan bisa memilikinya. Hah, otak perempuan itu kacau benar” Ucap Mayana

“Secara logika memang seperti itu. Tapi cinta membuatnya tak bisa berfikir jernih. Ya, mungkin perempuan itu memang memiliki gangguan psikologis. Tapi bisa anda lihat, Nona bahwa mencintai bukan berarti tak bisa menyakiti yang dicintainya itu...jadi mungkin saja anda juga seperti itu..”

Mayana disulut emosi. Ia tersinggung benar dengan ucapanya. Ingin ia memaki orang yang ada dihadapannya sekarang, tapi ia bertahan untuk tidak terlihat bodoh. Ia berusaha untuk menang dan tak membiarkan amarah menguasai dirinya.

“Bapak yang terhormat, sungguh ucapan anda barusan telah menyakiti hati saya. Secara tidak langsung anda mengatakan bahwa saya sama dengan perempuan gila itu bukan? Saya turut prihatin dengan pola pikir anda yang terlalu cepat menyimpulkan. Sepertinya anda memiliki banyak sekali masalah yang membuat anda berburuk sangka!!” Mayana ketus.

Sang interogator itu memerah wajahnya. Tapi ia enggan  menanggapi kalimat Mayana. Sementara itu Mayana tersentak dengan ucapannya sendiri. “bicara apa aku tadi?” Mayana merunut lagi apa yang sudah di ucapkannya sedari tadi. “Maafkan aku, Tuhan yang maha Pemurah. Aku tak bisa mengendalikan emosi dan kegalauanku..”

Mayana terbangun dengan kemarahannya sendiri. Ah, cinta..cinta...cinta....hal yang rumit dan penuh rahasia. Mayana ingin menggapai hal itu.

***
Di depan Mayana tergolek sebuah laptop. Sang interogatornya itu yang memberikannya. Sebelumnya Mayana merengek. Lebih tepatnya memaksa untuk di berikan laptop. Ia mengatakan bahwa ia bisa membuktikan bahwa ia sama sekali tak benar-benar membunuh Nero. Ia juga mengatakan bahwa Nero masihlah hidup dan tak ada luka sama sekali di tubuhnya. Setelah perdebatan yang cukup alot, sang interogator terketuk hatinya untuk mengikuti permintaan Mayana.

Mayana mengelus halus tuts keyboard. Ia memainkan jemarinya sebentar. Dan langsung meluncur membuka pintu dunianya bersama Nero. Setelah memasukan kata sandi, ia masuk ke dalam ruang pribadinya. Matanya bertumbu pada satu pesan masuk baru. Ia mengklik dan ada pesan singkat dari Nero! Sepuluh menit yang lalu. Mayana memberi aba-aba agar polisi itu mendekat. Ia menunjuk pesan dari Nero yang baru sepuluh menit yang lalu diterimanya.

“Nggak mungkin kan orang yang sudah wafat bisa mengirim pesan begini?” tutur Mayana
Polisi itu menaikkan alisnya. “Belum tentu, Nona...bisa saja itu orang lain yang memakai akunnya si Nero itu..”

Mayana mendesah. Aku hafal betul gaya tulisan Nero dan itu memang pesan dari Nero. Bukan orang lain seperti yang dikira polisi itu. Untuk sejenak, Mayana tak menghiraukan polisi itu. Seperti biasanya, ia akan begitu serius membaca kata perkata kalimat Nero. Nero menulis beberapa kalimat untuknya,

“Matahari pagi yang menyembul di bukit damai. Warnanya tak ada yang dapat menyaingi dan mewakili. Ia begitu lembut dan bijak. Dalam pagi yang hangat aku menyapamu, gadis....”

Hanya itu yang ditulis Nero. Tapi model secuil kalimat seperti itulah yang membuat Mayana dan perempuan lainnya terseret ke dalam dunia Nero. Mayana sungguh ingin membalas pesan Nero, tapi di urungkannya. Ia tak ingin polisi itu melihat apa yang akan di tulis Mayana untuk Nero. “mengapa harus ada kau, Nero dalam cerita hidupku” ucap Mayana dalam hati.

Mayana ada dalam diam sekarang. Ia sedang merenungi apa yang sudah terjadi. Ia mengetuk ngetukkan jemarinya. Tiba tiba dia muncul dari ruang chat!
“hai, gadis...apa kabarmu?”
Mayana memicingkan mata. Nero!

Mayana memerintahkan sang polisi itu untuk mendekat. Ia ingin melihat bahwa Nero mengajaknya chat dan sudah tentu itu akan membuktikan bahwa Nero masihlah hidup dan ia tak benar benar membunuh Nero.

“Kau peduli kabarku, Nero?” tulis Mayana
“Sang mawar berduri namun memiliki kelopak indah sedang sedikit ketus rupanya. Kau ragu, hai gadis?”
“Aku meragukan ketulusanmu menghawatirkan aku. Kau penggombal ulung...”
“Haha...terimakasih atas sanjungannya Nona manis....tapi sungguh, aku tak ingin kau meragukanku..
“Jaminan apa yang akan kau berikan agar aku percaya?”

Nero disudut sana tampak merenung. Mayana tak tahu kalau batinnya sedang meronta. Ia memang pernah menjadi penjahat, sebagai pembuktian bahwa ia adalah seorang laki-laki. Tapi bukankah itu cerita lalu? Ritme jantungnya menghentak. Ada selaput tipis yang membayangi hati Nero. Menyelimutinya denga sebuah alur dan rasa. Ia sadar itu dan ia hafal betul apa itu.

“Aku tak bisa memberimu jaminan apa-apa..” ucap Nero singkat.
“Sudah aku duga...” jawab Mayana dengan singkat pula. Mayana berdialog dengan hatinya sendiri. Ia tak boleh percaya pada Nero. Ia sudah merasa bodoh dan ia tak mau lagi menjadi bodoh. Mungkin Nero sedang terbahak di ujung sana, menertawai dirinya yang sudah berhasil menjadi daftar korbannya di dunia maya. Mayana merasa Nero sudah memasukannya ke dalam sebuah ruang dimana ia tak bisa mengeluarkan emosinya secara utuh.

“Mayana...Mayana....” Nero kembali membuka percakapan.
“Kau sudah tahu namaku memang Mayana. Tak perlu kau ulang-ulang begitu..” Mayana sengit

“Aku hanya ingin menyimpan nama itu dalam sebuah kotak ajaib dalam otakku...”
“Bicara apa kau ini, Nero...”

Nero tak langsung mengetik jawaban dari pertanyaan Mayana. Ia bergumam sendiri dan hanya ia yang bisa mendengar kata-katanya. Ia ingin menyimpan sebuah nama yang penuh rona itu dalam sebuah kotak ajaib yang ia sebut sebagai “Kotak Mimpi”

Nero memutuskan menamainya dengan Kotak Mimpi karena baginya Mayana hanyalah sebuah asa yang tak mugkin ia gapai. Perempuan itu ia rasa terlalu indah untuknya. Entah mengapa kali ini ketika ia berhadapan dengan seorang gadis yang bernama Mayana ia tak bisa menunjukkan sisi beraninya seperti ketika ia berhadapan dengan perempuan lain. Di hadapan Mayana ia tak bisa merasa puas dan percaya dengan dirinya sendiri. Mayana terlalu istimewa untuk laki-laki seperti dirinya. Ia mengatakan kalau ia tak akan pernah mencapai kata sepadan berdampingan dengan gadis itu.

Mayana hanyalah sebuah mimpi.
Sementara itu Mayana dalam diamnya bergumam tentang apa yang disebutnya sebagai sebuah Maya. Ia meyakini bahwa Nero adalah sebuah Maya. Ia merasa tak mungkin bisa bersama Nero. Entah mengapa ia kali ini bisa pesimistis seperti itu. Ia merasa Nero terlalu jauh dari jangkauannya. Ia tak hanya akan menjadi miliknya, tapi juga menjadi milik perempuan lain. Ia bukan tipe orang yang suka membagi cintanya dengan perempuan lain.

Sementara Nero? Justru ia tipe laki-laki yang senang membagi rasa dengan banyak perempuan. Luncuran kalimat manis penuh magic tak hanya ia umbar untuk Mayana, tapi juga untuk beratus, beribu bahkan mungkin berjuta perempuan.

Mayana dan Nero makin menjauh. Mereka sedang berkutat dengan persepsinya masing-masing yang mereka ciptakan berdasarkan alam hayal dan pemikiran mereka yang memaksa.

Dua manusia itu rupanya sedang menciptakan jalan cerita cinta mereka masing-masing. Lupakah mereka bahwa ada yang lebih pintar menciptakan sebuah cerita yang sangat mungkin terjadi dan itu semua di luar jangkauan pemikiran mereka!

Ah, tak ada yang tak mungkin di dunia ini jika DIA, Rabb sang pemilik hati ini sudah berkehendak. Persepsi mereka akan terpatahkan oleh sesuatu yang bernama takdir. Mereka tak bisa lagi mengatakan bahwa Nero begini dan Mayana begitu dan mereka pastilah akan begini dan begitu jika saja Rabb mereka menghendaki mereka berjalan bersama dalam sebuah kondisi yang penuh restu.

Nero dan Mayana ada dalam diamnya masing-masing.
Polisi yang sedari tadi memperhatikan Mayana dan tulisannya di ruang chat mengedikkan bahu. Ia keheranan kaarena dialog Mayana dan orang yang disebutnya Nero itu sungguh terlihat aneh baginya.

“Nona, sejak tadi kuperhatikan isi chat mu, sebenarnya apa yang sedang anda berdua bicarakan? Obrolan yang aneh..”

Mayana tersenyum tipis mendengar kalimat polisi itu.
“Tentu saja dia tak mengerti apa yang kami bicarakan karena bahasa kami berdua memang absurd..” Mayana terkekeh dalam hati. Ia membiarkan saja polisi itu dalam rasa penasarannya.
“Kau masih disitu, May?” Nero kembali setelah ia berada dalam diamnya.
“Aku tak pernah beranjak dari tempatku. Bahkan aku memang tak bisa beranjak. Kau mungkin yang sudah pergi atau memang sebaiknya kau yang memang harus pergi?”

Nero tersenyum simpul. Ia tahu Mayana tak benar benar menyuruhnya pergi. Ia tahu bahwa Mayana tak pernah menginginkannya untuk pergi. Ia tahu apa yang dirasa perempuan itu.

“Ah....” hanya itu yang ditulis Nero
Dan sesaat kemudian Nero menghilang dari ruang chat. Mayana mencoba membuka matanya lebar-lebar dan ia tak menemukan  lagi Nero. Ia pergi. Benar-benar pergi seperti yang diperintahkan Mayana. Ia limbung. Ia tak tentu rasa. Bukan...bukan maksudunya seperti itu. ia tak benar-benar mengusir Nero. Mungkin ia tidak sadar dengan apa yang ditulisnya tadi.

Kerongkongan Mayana serasa tercekat. Ia memang ingin Nero pergi tapi ia tak ingin. Ia tak sanggup Nero pergi. Ia membenci Nero tapi sesungguhnya tak pernah bisa. Dan sekarang karena kalimat Mayana, Nero benar-benar pergi!

Satu sisi Mayana berkata, “Ah, sudahlah May. Tak perlu kau risaukan Nero menghilang. Mungkin ini memang saatnya kau tak melihatnya lagi. Ini saatnya kau keluar dari keabnormalanmu....”

Satu sisi Mayana yang lain berkata, “ Kau sungguh ceroboh May. Kau ini tukang bohong. Kau tak pernah mau mengakui apa yang kau inginkan dan kau rasakan. Kau sudah kehilangan Nero dan kau hanya akan bisa mengatakan...kita baru akan merasa kehilangan kalau kita sudah benar-benar kehilangan...”

Mayana pasrah. Ia tak bisa mengenali dirinya sendiri. Mungkin ia harus benar-benar menyerahkan segala aspek kehidupannya pada-NYA. Ia memang bodoh dan tak tahu apapun. Ia mungkin akan memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan mahluk yang bernama Nero. Biarlah DIA yang mengatur urusannya. Lidah Mayana kelu.

“Sial!” kata Nero. Laptopnya tiba-tiba saja mati. Nero belum sempat melanjutkan chatnya bersama Mayana. Ia hanya sempat menulis kata “Ah...” ya, laptopnya memang sering mati sendiri. Mungkin memang sudah seharusnya begitu sebagai ganjaran karena ia sering menempelkan jari jemarinya di tuts keyboard menulis kalimat kalimat gombal yang membuat banyak wanita tertegun.
“Kau pasti berpikir aku benar-benar pergi karena ucapanmu....ketahuilah, May....aku tak akan benar-benar pegi darimu...

***
“Dia benar-benar pergi..” ucap Mayana pada polisi itu
“Maksudmu, Nona?”
Mayana hanya diam dan polisi itu sedang berusaha mencerna kalimat Mayana. “Jangan jangan maksud kalimat Mayana itu untuk mengatakan bahwa pria yang dipanggilnya Nero itu memang sudah mati..kiasan kata pergi itu sebenarnya untuk menyebut mati....” polisi itu hanya menebak saja.

Mayana menopang dagunya. Ia mendesah.



================================================================
Bagi yang belum 'ngeh' dengan alur dan tokoh dalam cerita di atas, yuks disimak :)
Nero dan Mayana adalah tokoh sentral dalam sebuah novel berjudul "Mayasmara" karya Dian Nafi. Sang penulis kemudian mengadakan sayembara menulis novelet dengan menggunakan kedua tokoh tersebut. Mengembangkan cerita dari tokoh tersebut versi kita sendiri.



Dan tulisanku di atas, masuk dalam seleksi dan ikut dibukukan dalam kumpulan cerita yang di beri judul "Mayaseries". Yang belum baca  novel "Mayasmara karya Dian Nafi, bisa berburu bukunya ya ^^ dan bagi yang ingin membaca buku "mayaseries" bisa hubungi penerbit Hasfa via Fb.

                        
[ Read More ]

Ujong Blang, pantai kota Lhoskeumawe

Pantai tentunya menjadi salah satu tempat favorit liburan keluarga. Menikmati camilan sambil duduk di pinggir pantai atau bermain air bersama keluarga menjadi hal yang menyenangkan. Apalagi jika hal tersebut dilakukan setelah jenuh dan lelah beraktifitas. Pikiran menjadi segar kembali dan tentunya semangat baru pun muncul.

Mengingat nusantara ini memiliki wilayah perairan yang luas, sudah tentu di setiap sudut wilayah Indonesia pasti memiliki pantai. Setiap pantai memiliki keindahan tersendiri. Termasuk salah satu pantai yang terletak di kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Masyarakat sekitar biasa menyebut pantai ini Ujong Blang. Ada yang pernah kesini? Atau baru mendengar namanya?

Sedikit cerita, Pantai Ujong Blang terletak kurang lebih tiga kilometer ke arah utara kota Lhokseumawe, masuk di wilayah kecamatan Banda sakti. Dari pusat kota, kita bisa kesana menggunakan kendaraaan pribadi atau becak motor. Sebelum BBM naik, tarif naik becak motor dari jalan Iskandar Muda menuju Ujong blang sekitar 15.000. Jika naik kendaraan pribadi (sepeda motor), mengisi bensin 10.000  pun cukup untuk sampai kesana.

Dari pusat kota, kita tinggal mengikuti jalan menuju Depo Pertamina dan berbelok ke arah kanan. Terus saja mengikuti jalan lurus ini dan nanti kita akan sampai di bibir pantai. Memasuki wilayah pantai, di sepanjang jalan, anda akan disuguhkan pemandangan para penjual ikan. Bau amis akan tercium cukup menyengat. Apalagi jika kita berkunjung ke pantai pada sore hari, para nelayan yang baru saja selesai melaut, akan segera menggelar ikan hasil tangkapan untuk dijual di kios-kios seadanya. Mungkin bagi beberapa orang yang tidak terbiasa dengan hal tersebut, akan sedikit terganggu. Tetapi justru hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi jika kita memang sengaja berniat membeli ikan, pada jam-jam tersebut lah kita akan mendapat harga ikan yang cukup murah.

                            

Keberadaan para nelayan penjual ikan tersebut hanya di sekitar jalan menuju bibir pantai Ujong Blang. Karena pemandangan selanjutnya bukanlah para penjual ikan, melainkan pondok-pondok sederhana beratap rumbia. Yaitu tempat untuk para pedagang menjual makanan. Sekaligus menjadi tempat untuk para wisatawan duduk-duduk sambil menikmati angin pantai. Jika ingin bermain pasir dan berenang, ada ban yang bisa kita sewa. Tetapi jika ingin berenang, tetap harus berhati-hati karena terkadang arusnya kencang.

Di pondok penjual makanan, beberapa  menu murah tersedia. Tetapi yang sering di pesan para wisatawan biasanya Rujak Aceh. Paduan berbagai macam buah dan bumbu kacang yang enak, menambah citarasa rujak ini. Harganya hanya Rp5.000 untuk satu porsi. Berbagai minuman seperti es kepala muda pun hanya Rp7.000 saja. Jika ingin makanan berat, ada berbagai macam mie yang bisa kita pesan.

Namun jika kita ingin menikmati ragam kuliner seafood, di sekita pantai Ujong Blang ada satu rumah makan yang cukup terkenal. Namanya rumah makan Rimbun. Dari luar, bangunan rumah makan tersebut memang terlihat biasa, namun saat masuk kedalam, lumayan nyaman karena kita bisa memilih kursi sesuai dengan yang kita inginkan. Dan tentunya dengan pemandangan yang langsung menghadap laut. Dengan adanya suara deburan ombak dan angin pantai yang segar menambah nikmat susana makan. Tergantung anda para wisatawan, jika ingin makan seafood di Rimbun, sediakan dana yang lumayan. Namun jika dana terbatas, duduk-duduk di pondok sambil menikmati rujak dan es kelapa muda pun sudah cukup.

                           

Tidak ada tarif masuk ke pantai ini. Anda hanya cukup membayar biaya parkir kendaraan saja. Rp2.000 tarifnya. Dan jika hari libur besar, biasanya Rp5.000. Dan pantai ini hanya ramai dari pagi hingga sore hari sebelum waktu maghrib. Karena setelah maghrib, tidak ada aktifitas berdagang lagi dan masyarakat sekitar pun jarang ada yang berkunjung.

Pantai Ujong blang menjadi wisata murah bagi masyarakat sekitar. Hanya satu kekurangan pantai ini, yaitu di sekitar jalan menuju pantai masih terdapat sampah dedaunan yang terbawa angin dan kadang berserakan. Tapi tidak seberapa dibanding dengan kesejukan angin pantai dan pemandangan yang akan kita dapatkan.
Jika anda singgah di kota Lhokseumawe, jangan lupa mampir ke pantai Ujong Blang :D





[ Read More ]

Bumi Pasundan-Tanah Rencong

            Semua yang saya jalani sekarang  layaknya sebuah mimpi. Ketika memandang keluar jendela rumah, melihat deretan atap rumah para prajurit menambah semuanya makin terasa seperti dalam cerita ketika tidur.

Saya tidak bisa menemukan letak rumah ibu yang asri dengan deretan pepohonan rimbun yang rajin di tanam beliau. Pun raut wajah orang-orang terkasih tidak bisa saya jumpai setiap detik layaknya dahulu. Ya, semua itu karena saya sudah tidak tinggal lagi bersama mereka.

Entah tepatnya berapa ribu kilometer jauhnya. Kini, saya ada di ujung barat nusantara. Tempat yang dulu hanya saya tahu dari peta saat pelajaran geografi. Seperti hal yang ajaib saya bisa ada disini. Pernah bermimpi pun tidak dan justru sekarang ini saya baru merasa seperti bermimpi.

Sejak lahir dan usia saya dua puluh enam tahun, saya tidak pernah jauh dari rumah. Saya amat mencintai kampung halaman dan tanah leluhur. Bumi parahyangan adalah tempat istimewa untuk saya. Mungkin karena belum pernah keluar terlalu jauh, jadilah tanah kelahiran menjadi tempat yang paling nyaman.

Namun akhir tahun 2013, tepatnya bulan November, saya harus meninggalkan rumah dan orang-orang tercinta. Bukan sebuah perpisahan yang menyedihkan sebetulnya. Tapi bagi saya yang kali pertama akan merantau, hal itu terasa sedikit berat.

Hidup saya sampai pada sebuah pernikahan. Dan kini saya memiliki tanggung jawab sebagai seorang istri. Mendampingi suami dimanapun ia berada. Dan hal itulah yang membuat saya sekarang ada disini.

Ada saat dimana kita harus berpisah dengan orang tua dan adik. Masa dimana kita menjalani kehidupan kita sendiri secara mandiri. Dan kini, bumi Aceh tepatnya kota Lhokseumawe menjadi tempat tinggal saya dan suami. Rasanya aneh ketika tiba disini. Ada sebuah perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Yang ada di pikiran saya saat itu adalah saya akan menjalani kehidupan disini tanpa ada keluarga. Hanya berdua dengan suami. Tanpa ada saudara ataupun kerabat.

Tetapi berbekal keyakinan bahwa setiap sudut bumi ini adalah milik Allah SWT, saya mencoba menjalani semuanya dengan santai. Saya berkata pada diri sendiri bahwa hal ini adalah hal baru yang menyenangkan. Anggaplah sebagai sebuah pengalaman  hidup yang mungkin tidak setiap orang bisa mengalaminya. Mendapatkan kesempatan merantau, bertemu dengan orang-orang baru dan suasana yang jauh berbeda budaya, adat istiadat dan karakter orang yang beragam.

Dan tak terasa kini, saya sudah satu tahun lebih disini. Alhamdulillah saya merasakan hidup yang penuh dengan keberkahan. Setiap pagi saat mencium tangan suami dan mengantarkannya ke muka pintu untuk menjemput rezeki, saya merasa damai. Di tempat yang jauh dari rumah, saya memiliki seorang suami yang baik. Ia menjadi sosok yang bijaksana layaknya orang tua sekaligus menjadi sahabat terbaik setelah mama yang pernah saya miliki. Orang yang selalu menyediakan bahunya saat saya merasa gundah, orang yang selalu mengelus punggung saat merasa rindu pada ibu.

Entah sampai kapan kami akan tinggal disini. Meskipun terasa menyenangkan, kami tetap menyimpan kerinduan untuk pulang dan berkumpul bersama keluarga. Jarak yang jauh tidak memungkinkan kami untuk bisa sering pulang. Sebaik apa pun di tanah rantau, hati akan selalu memanggil untuk pulang dan dekat bersama keluarga. Ada orang tua yang selalu berharap kami dekat. Dan begitupun kami merasakan hal yang sama. Tapi kami masih harus bersabar untuk bisa pulang. Ada hari yang masih harus kami jalani disini sambil menunggu kesempatan untuk bisa kembali ke tanah kelahiran.

Tanah rencong adalah rumah kami sekarang dan bumi parahyangan  tetap menjadi tanah leleuhur yang kami cintai. Suatu saat kami akan kembali untuk menetap. Menjalani kehidupan istimewa dikelilingi orang-orang yang kami cintai.


Lhokseumawe, 5 Desember 2014

                                      Waduk kota lhokseumawe, Aceh utara
[ Read More ]