Sebuah
surat cinta untuk Ibu, tergabung dalam buku antologi diatas ^^
Sebuah hadiah untuk Ibu tercinta. Bagiku, Ibu tak hanya sekedar orang yang melahirkan aku ke bumi, tetapi juga menjadi seorang sahabat, panutan, dan contoh nyata bagaimana menjadi seorang perempuan hebat. Perempuan terkasih yang perlahan terlihat kerutan di sudut matanya, namun tetap cemerlang dan cantik dimataku. Ratu di rumah kami. Sahabat terbaik bagi kami, anak-anaknya :)
I love U mom now and for a thousand years even more forever :))
Sebuah hadiah untuk Ibu tercinta. Bagiku, Ibu tak hanya sekedar orang yang melahirkan aku ke bumi, tetapi juga menjadi seorang sahabat, panutan, dan contoh nyata bagaimana menjadi seorang perempuan hebat. Perempuan terkasih yang perlahan terlihat kerutan di sudut matanya, namun tetap cemerlang dan cantik dimataku. Ratu di rumah kami. Sahabat terbaik bagi kami, anak-anaknya :)
I love U mom now and for a thousand years even more forever :))
Beningnya mata dan hatimu, Ibu
Ibu.....
Manusia
terkasihku. Bagiku, mata indahmu adalah sebuah jendela tempat aku melihat dan
belajar memaknai hidup dengan sebuah senyuman dan dada lapang. Akan aku ikuti
bagaimana caramu melangkah anggun namun tegar memandang kerasnya hidup.
Peluk
raga dan hatimu dalam sudut pikirku, wahai Ibu membuatku tak dapat berucap.
Ingatkah engkau, Ibu ketika dua bola mata kita saling beradu dan kita mulai
berbicara melalui garis batin. Engkau mengelus lembut rambutku dan membisikan
kalimat syahdu. Membesarkan hatiku, memberi suntikan nutrisi pencerahan untuk
jiwa.
Seketika,
aku bayangkan saat aku bermukim dalam dinding gelap berbalut cinta yang kau
sebut rahim. Hangat. Dan meskipun aku hanya bermukim di tempat itu hanya sembilan
bulan saja, aku tetap merasakan kehangatan darimu hingga kini. Dekapanmu saat
aku tertatih dan jatuh dalam perasaan kalut, belaianmu saat aku merasa takut,
dan manisnya pancaran senyum terbaikmu dikala memberi semangat.
Ragamu
memang tak sekokoh dahulu. Karena kini engkau sering mengeluh sakit pada
punggung, tangan dan kakimu. Aku berdoa, Ibu rasa sakitmu ini akan tergantikan
oleh imbalan dari Yang Maha lembut. Karena tangan dan kakimu ini, ibu adalah
anugerah untuk kami. Engkau berjalan memperjuangkan hidup kami. Dan tangan
sucimu, ibu adalah tangan yang tercatat sebagai tangan yang dengan penuh
kelembutan menuntun, mengusap hati kami dari rasa amarah. Mengelus lembut
kepala kami, mengucapkan berbagai macam
doa agar kami selamat dunia akhirat.
Ibu....
Setiap
kali engkau menyentuhkan keningmu bersimpuh dihadapan-Nya, saat itu pula aku
tak pernah luput melihatmu tanpa air mata. Sebuah air mata yang kelak akan
berubah menjadi kristal indah karena engkau teteskan dengan penuh pengharapan
dan doa tulusmu untuk kami. Wajahmu memerah menahan haru dan tatapan matamu
sayu. Engkau berprasrah pada Yang Maha Memiliki Hidup. Dalam doamu ada namaku.
Manusia
terkasihku, Ibu...Ibu...Ibu...
Hatiku
memendam perasaan haru. Maafkan aku, Ibu jika sampai saat ini aku belum bisa
membuatmu tetap tersenyum. Maafkan aku, Ibu jika engkau pernah merasa
tersakiti. Jangan lepaskan aku dari dekapanmu, Ibu karena aku ingin selalu
belajar banyak hal darimu.
Wahai
wanita tangguh namun lembut...
Tempat
tertancapnya surga dibawah kakimu, aku bisikan padamu sebuah cerita.
Seorang
anak manusia yang lahir dari tempat suci dalam tubuhmu ini, kini telah tumbuh
menjadi manusia dewasa. dan engkaulah yang membuatku dewasa. Engkau juga yang
mengajariku memandang hidup dengan cara yang indah. “Jangan pernah menggugat hidupmu karena itu
hanya akan menyakiti dirimu sendiri dan engkau berdusta...”
Kalimat
indah nan sakti, Ibu. Dan engkau menyelesaikan kalimatmu dengan sebuah ucapan
yang sampai hari ini selalu sanggup membuatku bergetar takut dan merasa kecil.
“ JIka engkau mempertanyakan mengapa hidupmu begini dan begitu, renungkanlah
tentang hidup itu sendiri. Karena sang Maha Pemilik Kehidupan sesungguhnya lebih
tahu dari siapa pun. Ingatlah kalimat indah, “Maka nikmat Tuhan mu yang manakah
yang engkau dustakan?” ikhlaskan hatimu dan jalani dengan penuh syukur. Hindari
adzab Allah, anakku”
Ibu, wanita
yang teramat sabar
Izinkan
aku untuk berucap sebuah kalimat sederhana yang berasal dari sudut hatiku yang
terdalam.
“Ibu, aku
merasa damai di rimbunnya buaian kasihmu. Perasaan ini milikku dan tak akan
pernah tergantikan oleh apa pun. Membuat
letupan udara dipenuhi sesaknya haru. Seperti pelangi yang selalu indah,
seindah itu pula kehidupanmu kelak, Ibu ketika kita semua kembali pada-nya. Doaku
selalu terucap untukmu.
Biarkan
aku membuatmu tersenyum, Ibu meskipun itu hanya seulas senyum tipis. Aku ingin
membahagiakanmu. Suatu saat nanti, aku akan memenuhi
impianmu memberangkatkanmu memenuhi kewajiban untuk hadir di rumah Tuhan.
Ya
Rabb yang Maha pengasih dan penyayang. Jikalau aku boleh meminta, sayangilah
Ibuku seperti beliau mencurahkan kasihnya padaku. Berilah beliau kebahagiaan
hidup dunia dan akhirat. Berkahilah selalu setiap hal yang dijalaninya seperti
ikhlasnya ia menjalani hidup. Jadikan ia salah satu hambamu yang engkau kasihi”
Ibu, aku
yang saat ini berada hanya beberapa jengkal darimu ingin membisikimu lembut,
“Aku cinta Ibuku”
*ketika itu kami berbincang layaknya seorang sahabat. Ibuku memang seorang teman, kakak, sekaligus orang yang memberi banyak inspirasi dalam hidup. Ketika menatap matanya, ada satu rasa yang tak akan pernah hilang. Kecintaanku pada beliau.
Sambil tersenyum, beliau berkata, "Wah, ternyata cita-cita Mama bakal diterusin Teteh nih..."
Saat itu aku mengerutkan dahi dan bertanya dalam hati. "Cita-cita?"
Beliau lantas tersenyum dan berkata, "Ini, maksudnya.." Saat itu, Mama memegang sebuah buku. Beliau baru saja membaca tulisanku, sebuah cerpen dalam sebuah buku antologi. "Dulu waktu sekolah, Mama juga hoby nulis dan rajin latihan nulis cerpen atau puisi. Tapi sayang, nggak kesampaian jadi penulisnya"
Aku tertegun dan seketika senyumku mengembang. Saat itu aku tahu, dari mana aku mendapatkan kecintaan pada buku dan dunia menulis. Dari Ibuku! Beliau yang menurunkan kecintaannya padaku. Mungkin itulah sebabnya mengapa mama menyebut "cita-cita mama akan diteruskan olehku"
Tapi masih amat jauh, Ma...aku baru memulai belajar dan masih amat pemula.
Hmm, tapi setidaknya, kecintaanmu menulis yang engkau turunkan padaku akan menjadi penyemangatku untuk terus belajar dan berjalan menuju impian. Love U mom...
Sambil tersenyum, beliau berkata, "Wah, ternyata cita-cita Mama bakal diterusin Teteh nih..."
Saat itu aku mengerutkan dahi dan bertanya dalam hati. "Cita-cita?"
Beliau lantas tersenyum dan berkata, "Ini, maksudnya.." Saat itu, Mama memegang sebuah buku. Beliau baru saja membaca tulisanku, sebuah cerpen dalam sebuah buku antologi. "Dulu waktu sekolah, Mama juga hoby nulis dan rajin latihan nulis cerpen atau puisi. Tapi sayang, nggak kesampaian jadi penulisnya"
Aku tertegun dan seketika senyumku mengembang. Saat itu aku tahu, dari mana aku mendapatkan kecintaan pada buku dan dunia menulis. Dari Ibuku! Beliau yang menurunkan kecintaannya padaku. Mungkin itulah sebabnya mengapa mama menyebut "cita-cita mama akan diteruskan olehku"
Tapi masih amat jauh, Ma...aku baru memulai belajar dan masih amat pemula.
Hmm, tapi setidaknya, kecintaanmu menulis yang engkau turunkan padaku akan menjadi penyemangatku untuk terus belajar dan berjalan menuju impian. Love U mom...
Ibu...Ibu...Ibu...
BalasHapusI always pray for U, Mom ^^