Dulu sewaktu masih
lajang dan bekerja, rasanya sah saja jika menggunakan uang hasil kerja kita
untuk membeli sesuatu yang kita suka. Dan kadang kala bablas :D tergiur melihat
tulisan diskon yang ukurannya besar. Padahal jenis barang yang di diskon tersebut
sudah kita miliki. Dalihnya “Sayang kalau nggak dibeli, mumpung lagi diskon”
Pernah juga mengalami seperti saya? Hehe..apalagi perempuan sering melek diskon
dan antusias jika masuk ke pusat perbelanjaan.
Saya memang bukan
penggila belanja yang sanggup menghabiskan banyak uang untuk membeli barang yang
harganya fantastis. Karena saya tidak sanggup untuk itu :D namun jika kebetulan
sedang ada dana dan ada event sale,
saya ikut mampir juga untuk membeli beberapa barang asal sesuai isi kantong. Hehe...
Perempuan oh,
perempuan. Begitulah adanya kalau bicara soal belanja :D namun meskipun begitu,
saya bersyukur masih punya rem untuk mengendalikan keuangan. Mama saya memang
tidak pernah secara gamblang melarang saya untuk berbelanja. Tapi beliau secara
halus mengingatkan saya, bahwa uang itu
layaknya air yang mengalir. Jika tidak kita tampung dalam sebuah bejana,
tentunya akan mengalir habis begitu saja. Perkataan mama saya itulah yang
menjadi patokan saya menilai arti dari uang. Syukurlah meskipun saya senang
berbelanja, tetapi saya masih bisa mengontrol diri.
sumber gambar: www.bapertarum-pns.co.id
sumber gambar: www.bapertarum-pns.co.id
Setelah delapan tahun bekerja, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan total menjadi Ibu rumah tangga. Saya ikut suami ke tempat beliau berdinas. Di sebuah kota yang jaraknya jauh dari kampung halaman. Di kota ini, saat menjalani hari sebagai seorang istri, saya banyak belajar. Pada awalnya, jujur saya sedikit bosan. Bukan karena saya merasa pekerjaan sebagai seorang istri itu tidak menyenangkan. Melainkan karena saya merasa ada aktifitas yang hilang, yaitu bekerja dan minus penghasilan sendiri. Tapi semakin hari saya sadari, ini adalah konsekuensi yang saya pilih. Sebuah pengorbanan yang akan tergantikan dengan sesuatu yang lebih berharga dan tak ternilai. Dan memang betul saya rasakan kini, mungkin jika saya masih bekerja, saya tidak akan mendapatkan hal-hal yang seperti saya dapat sekarang ini.
Mama saya mengatakan
bahwa ketika dua orang memutuskan untuk menikah, maka pada saat itu pula Allah
akan mencukupi rezeki orang tersebut. Jangan takut karena istri tidak bekerja
lantas merasa kurang dan takut tidak tercukupi.
Jadilah saya mengerti
dan saya patut bersyukur karena saya bisa banyak belajar. Sumber penghasilan
kami dari gaji suami saya. Sebuah hal yang harus saya syukuri, ada pemasukan
rutin tiap bulan. Suami saya mempercayakan keuangan sepenuhnya pada saya. Saat
diberi amanah tersebut, saya berusaha agar bisa sebaik-baiknya mengelola. Saya
mulai belajar membuat pos-pos keuangan. Anggaran belanja kebutuhan pokok, biaya
listrik, pulsa handphone, dsb. Perlahan, kebiasaan saya ngiler saat melihat kata diskon pun berubah. Otak saya secara
otomatis memerintahkan agar saya berpikir dua kali untuk mampir. Pikiran saya
perlahan berubah, bahwa ada yang lebih menjadi prioritas dibanding sekedar
belanja barang yang sudah saya miliki. Tas, sepatu? Hmm...aktifitas saya di
luar rumah sudah semakin berkurang dan rasanya barang-barang tersebut masih
tersimpan bagus di rak. Sesekali jika ada dana, boleh lah kita memanjakan diri
membeli barang kesukaan saya dan suami. Tapi jika sering? Tekor kitaaa :D hehe
Perkataan mama saya
tentang uang masih menjadi pegangan untuk saya. Saya juga berpikir bahwa mengatur uang secara
efektif itu beda halnya dengan pelit. Pandangan saya, jika pelit, si pemilik
uang mungkin tidak akan pernah membelanjakan uangnya bahkan untuk kesenangan
dia sendiri. Kalau efektif menurut saya, uang yang kita keluarkan tepat guna
dan sesuai dengan anggaran yang ada :D hehe
Dan soal bejana
tempat menampung air, saya setuju dengan mama saya. Dulu, saya melihat mama memiliki celengan tanah liat dan dan plastik yang berjejer di lemari kamar. Ndeso memang gaya menabungnya. Satu
celengan dipergunakan untuk mengisi uang recehan pecahan 500/1000,- dan satu
celengan dipergunakan untuk mengisi uang kertas yang beliau sisihkan dari sisa
uang belanja. Nominalnya mungkin jauh jika dibandingkan dengan orang-orang
perlente yang menabung di rekening bank-bank besar. Tetapi hal tersebut menjadi
pelajaran nyata yang saya lihat. Saya sempat berpikir “kok Mama telaten banget
ya nabung” Lalu mama mengatakan “Suatu saat ini akan menolongmu”
sumber gambar: http;/bobo.kidnesia.com
Dan hal itu kini menjadi sebuah kebanggaan untuk saya. Karena dari tabungan itu lah saya dan adik saya bisa bersekolah meskipun tidak sampai ke perguruan tinggi. Keluarga saya memanglah sederhana dan ekonomi keluarga terbantu setelah saya berkerja. Tetapi meskipun begitu, mama tidak sepenuhnya menggantungkan diri dari penghasilan saya saat itu. Beliau masih tetap menabung dengan caranya. Dan itu masih berlangsung sampai sekarang. Jangan dilihat dari nominal yang kita tabung. Tapi lihat nanti jika sudah penuh, berapa hasilnya. Itu yang mama katakan.
sumber gambar: http;/bobo.kidnesia.com
Dan hal itu kini menjadi sebuah kebanggaan untuk saya. Karena dari tabungan itu lah saya dan adik saya bisa bersekolah meskipun tidak sampai ke perguruan tinggi. Keluarga saya memanglah sederhana dan ekonomi keluarga terbantu setelah saya berkerja. Tetapi meskipun begitu, mama tidak sepenuhnya menggantungkan diri dari penghasilan saya saat itu. Beliau masih tetap menabung dengan caranya. Dan itu masih berlangsung sampai sekarang. Jangan dilihat dari nominal yang kita tabung. Tapi lihat nanti jika sudah penuh, berapa hasilnya. Itu yang mama katakan.
Dan jadilah sekarang
saya mengikuti apa yang beliau lakukan. Meskipun saya tidak menabung di
celengan tanah liat, saya tetap menyisihkan terlebih dahulu penghasilan suami
untuk di tabung di rekening. Kebanyakan orang akan menabung saat ada sisa
penghasilan. Tapi bagi saya, saya harus menyisihkan terlebih dahulu untuk
menabung. Karena dengan begitu, kita akan lebih bertanggung jawab mengelola
sisa uang yang ada. Dan kalau pun pada akhirnya ada keperluan mendadak, kita
tidak akan terlalu pusing untuk mencari dana. Karena sebelumnya sudah ada
tersimpan.
Dan soal menabung
uang receh, saya juga mengikuti apa yang mama lakukan. Setiap sabtu pagi,
kami berbelanja kebutuhan pokok. Saya biasa menganggarkan sejumlah uang untuk
belanja kebutuhan tersebut. Dan jika ada sisa belanja, biasanya akan saya
masukan ke satu dompet khusus. Bisa dikatakan, isinya recehan. Tapi seperti mama bilang, jangan lihat nominal berapa yang kita tabung. Tapi lihat nanti
suatu saat recehan itu akan menolongmu :D
Bagi sebagian orang
yang berpenghasilan besar mungkin tidak perlu bersusah payah seperti saya untuk
mengelola uang. Tetapi bagi saya, management
keuangan itu memang perlu ada dalam sebuah rumah tangga. Perlu di persiapkan
dengan sebaik-baiknya. Toh, meskipun banyak uang jika tidak bisa mengelolanya,
akan tetap terasa kurang. Selalu ingat prinsip uang yang seperti air. Perlu ada
bejana yang menampung. Khususnya bagi mereka yang memiliki penghasilan tetap
tiap bulan, alangkah baiknya bijak dalam mempergunakan uang :D nggak mau kan
nanti habis di tengah jalan lantas hutang sana sini? :D
Yook, dari sekarang
kita mulai menabung. Ingat, jangan lihat nominal. Masih ingat kan pepatah
“Sedikit demi sedikit, Lama-lama menjadi bukit” hal itu saya rasa bukan tipuan
semata. Buktinya, Ibu saya yang menabung recehan pun bisa membantu ekonomi keluarga :D
sumber gambar: beritainfo.web.id
sumber gambar: beritainfo.web.id
Semangat :D kalau
bukan kita? Siapa lagi (Udah kayak jargon iklan ajan ih :D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^