Berbagi kisah dan rasa

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Bang bing bung nyok kita nabung

Dulu sewaktu masih lajang dan bekerja, rasanya sah saja jika menggunakan uang hasil kerja kita untuk membeli sesuatu yang kita suka. Dan kadang kala bablas :D tergiur melihat tulisan diskon yang ukurannya besar. Padahal jenis barang yang di diskon tersebut sudah kita miliki. Dalihnya “Sayang kalau nggak dibeli, mumpung lagi diskon” Pernah juga mengalami seperti saya? Hehe..apalagi perempuan sering melek diskon dan antusias jika masuk ke pusat perbelanjaan.

Saya memang bukan penggila belanja yang sanggup menghabiskan banyak uang untuk membeli barang yang harganya fantastis. Karena saya tidak sanggup untuk itu :D namun jika kebetulan sedang ada dana dan ada event sale, saya ikut mampir juga untuk membeli beberapa barang asal sesuai isi kantong. Hehe...

Perempuan oh, perempuan. Begitulah adanya kalau bicara soal belanja :D namun meskipun begitu, saya bersyukur masih punya rem untuk mengendalikan keuangan. Mama saya memang tidak pernah secara gamblang melarang saya untuk berbelanja. Tapi beliau secara halus mengingatkan saya, bahwa uang itu layaknya air yang mengalir. Jika tidak kita tampung dalam sebuah bejana, tentunya akan mengalir habis begitu saja. Perkataan mama saya itulah yang menjadi patokan saya menilai arti dari uang. Syukurlah meskipun saya senang berbelanja, tetapi saya masih bisa mengontrol diri.

                         
                                       sumber gambar: www.bapertarum-pns.co.id

Setelah delapan tahun bekerja, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan total menjadi Ibu rumah tangga. Saya ikut suami ke tempat beliau berdinas. Di sebuah kota yang jaraknya jauh dari kampung halaman. Di kota ini, saat menjalani hari sebagai seorang istri, saya banyak belajar. Pada awalnya, jujur saya sedikit bosan.  Bukan karena saya merasa pekerjaan sebagai seorang istri itu tidak menyenangkan. Melainkan karena saya merasa ada aktifitas yang hilang, yaitu bekerja dan minus penghasilan sendiri. Tapi semakin hari saya sadari, ini adalah konsekuensi yang saya pilih. Sebuah pengorbanan yang akan tergantikan dengan sesuatu yang lebih berharga dan tak ternilai. Dan memang betul saya rasakan kini, mungkin jika saya masih bekerja, saya tidak akan mendapatkan hal-hal yang seperti saya dapat sekarang ini.

Mama saya mengatakan bahwa ketika dua orang memutuskan untuk menikah, maka pada saat itu pula Allah akan mencukupi rezeki orang tersebut. Jangan takut karena istri tidak bekerja lantas merasa kurang dan takut tidak tercukupi.

Jadilah saya mengerti dan saya patut bersyukur karena saya bisa banyak belajar. Sumber penghasilan kami dari gaji suami saya. Sebuah hal yang harus saya syukuri, ada pemasukan rutin tiap bulan. Suami saya mempercayakan keuangan sepenuhnya pada saya. Saat diberi amanah tersebut, saya berusaha agar bisa sebaik-baiknya mengelola. Saya mulai belajar membuat pos-pos keuangan. Anggaran belanja kebutuhan pokok, biaya listrik, pulsa handphone, dsb. Perlahan, kebiasaan saya ngiler saat melihat kata diskon pun berubah. Otak saya secara otomatis memerintahkan agar saya berpikir dua kali untuk mampir. Pikiran saya perlahan berubah, bahwa ada yang lebih menjadi prioritas dibanding sekedar belanja barang yang sudah saya miliki. Tas, sepatu? Hmm...aktifitas saya di luar rumah sudah semakin berkurang dan rasanya barang-barang tersebut masih tersimpan bagus di rak. Sesekali jika ada dana, boleh lah kita memanjakan diri membeli barang kesukaan saya dan suami. Tapi jika sering? Tekor kitaaa :D hehe

Perkataan mama saya tentang uang masih menjadi pegangan untuk saya. Saya  juga berpikir bahwa mengatur uang secara efektif itu beda halnya dengan pelit. Pandangan saya, jika pelit, si pemilik uang mungkin tidak akan pernah membelanjakan uangnya bahkan untuk kesenangan dia sendiri. Kalau efektif menurut saya, uang yang kita keluarkan tepat guna dan sesuai dengan anggaran yang ada :D hehe

Dan soal bejana tempat menampung air, saya setuju dengan mama saya. Dulu, saya melihat mama memiliki celengan tanah liat dan dan plastik yang berjejer di lemari kamar. Ndeso memang gaya menabungnya. Satu celengan dipergunakan untuk mengisi uang recehan pecahan 500/1000,- dan satu celengan dipergunakan untuk mengisi uang kertas yang beliau sisihkan dari sisa uang belanja. Nominalnya mungkin jauh jika dibandingkan dengan orang-orang perlente yang menabung di rekening bank-bank besar. Tetapi hal tersebut menjadi pelajaran nyata yang saya lihat. Saya sempat berpikir “kok Mama telaten banget ya nabung” Lalu mama mengatakan “Suatu saat ini akan menolongmu” 

                                     
                                   sumber gambar: http;/bobo.kidnesia.com

Dan hal itu kini menjadi sebuah kebanggaan untuk saya. Karena dari tabungan itu lah saya dan adik saya bisa bersekolah meskipun tidak sampai ke perguruan tinggi. Keluarga saya memanglah sederhana dan ekonomi keluarga terbantu setelah saya berkerja. Tetapi meskipun begitu, mama tidak sepenuhnya menggantungkan diri dari penghasilan saya saat itu. Beliau masih tetap  menabung dengan caranya. Dan itu masih berlangsung sampai sekarang. Jangan dilihat dari nominal yang kita tabung. Tapi lihat nanti jika sudah penuh, berapa hasilnya. Itu yang mama katakan.

Dan jadilah sekarang saya mengikuti apa yang beliau lakukan. Meskipun saya tidak menabung di celengan tanah liat, saya tetap menyisihkan terlebih dahulu penghasilan suami untuk di tabung di rekening. Kebanyakan orang akan menabung saat ada sisa penghasilan. Tapi bagi saya, saya harus menyisihkan terlebih dahulu untuk menabung. Karena dengan begitu, kita akan lebih bertanggung jawab mengelola sisa uang yang ada. Dan kalau pun pada akhirnya ada keperluan mendadak, kita tidak akan terlalu pusing untuk mencari dana. Karena sebelumnya sudah ada tersimpan.

Dan soal menabung uang receh, saya juga mengikuti apa yang mama lakukan. Setiap sabtu pagi, kami berbelanja kebutuhan pokok. Saya biasa menganggarkan sejumlah uang untuk belanja kebutuhan tersebut. Dan jika ada sisa belanja, biasanya akan saya masukan ke satu dompet khusus. Bisa dikatakan, isinya recehan. Tapi seperti mama bilang, jangan lihat nominal berapa yang kita tabung. Tapi lihat nanti suatu saat recehan itu akan menolongmu :D

Bagi sebagian orang yang berpenghasilan besar mungkin tidak perlu bersusah payah seperti saya untuk mengelola uang. Tetapi bagi saya, management keuangan itu memang perlu ada dalam sebuah rumah tangga. Perlu di persiapkan dengan sebaik-baiknya. Toh, meskipun banyak uang jika tidak bisa mengelolanya, akan tetap terasa kurang. Selalu ingat prinsip uang yang seperti air. Perlu ada bejana yang menampung. Khususnya bagi mereka yang memiliki penghasilan tetap tiap bulan, alangkah baiknya bijak dalam mempergunakan uang :D nggak mau kan nanti habis di tengah jalan lantas hutang sana sini? :D

Yook, dari sekarang kita mulai menabung. Ingat, jangan lihat nominal. Masih ingat kan pepatah “Sedikit demi sedikit, Lama-lama menjadi bukit” hal itu saya rasa bukan tipuan semata. Buktinya, Ibu saya yang menabung recehan pun bisa membantu ekonomi keluarga :D
                                                      sumber gambar: beritainfo.web.id

Semangat :D kalau bukan kita? Siapa lagi (Udah kayak jargon iklan ajan ih :D)

Leave a Reply

Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^