Dulu waktu masih SD,
paling banter baca buku dapat
pinjaman dari teman. Perpustakaan sekolah hanya punya sedikit koleksi buku.
Mungkin hampir tidak ada karena sekolah tempat saya dulu belajar, sekolah
inpres yang letaknya dekat sawah (ini serius lho). Jarang diperhatikan. Minim
fasilitas dan dengan bangunan yang amat sederhana.
Saya ingat dulu mama mengenalkan
saya pada tulisan saat sebelum sekolah. Kira-kira usia empat atau lima tahun.
Memang tidak sepenuhnya saya ingat, tapi yang masih melekat di ingatan, mama
sering menggunting banyak gambar dari majalah atau koran untuk kemudian di
tempelkan di buku gambar. Bisa guntingan gambar binatang, tanaman atau apa saja.
Kemudian beliau mengajak saya duduk dan mulai mengajari mengenal gambar tersebut dan belajar menulis huruf.
Saya suka sekali gambar kucing pada
waktu itu. Dan mama dengan telaten menggunting gambar, menempelkan dan kemudian
menjawab semua pertanyaan dari mulut bawel saya. Mama juga sering bercerita
tentang kebawelan saya. Tentang saya yang selalu bertanya ini dan itu. Dan
terbukti sampai sekarang pun masih bawel :D
Dimulai dengan pertanyaan tentang gambar ‘Ini apa Ma?’ Kemudian mama menjelaskan bahwa gambar tersebut namanya Kucing. Lalu mama mengajari caranya menulis huruf k-u-c-i-n-g dan lanjut mengejanya. Kira-kira begitulah metode yang digunakan mama untuk mengajari saya. Selain itu mama juga mengajari menulis huruf-huruf dasar, menggambar bentuk, dan lainnya.
Saya masuk sekolah
dasar usia lima tahun setengah. Karena saat itu saya enggan masuk TK, jadilah
mama memasukan saya ke sekolah dasar terdekat. Itupun karena saat itu kepala sekolahnya
masih kerabat, jadi saya boleh masuk. Dengan perjanjian, saya harus bisa mengikti
pelajaran. Jika tidak, saya akan mengulang kembali kelas satu.
Tapi alhamdulillah,
saya bisa mengikuti pelajaran dengan cukup baik hingga lulus SD. Menjelang
masuk SMP, saya mulai belajar menulis. Bukan sekedar menulis huruf saja, tapi merangkai kata menjadi sebuah cerita. Bermula dari sebuah buku diari, saya mulai jatuh cinta untuk menulis. Awalnya belajar secara otodidak. Hanya
menulis biasa saja. Kebanyakan curhat sehari-hari ala anak yang baru beranjak
remaja :D
Di SMP termpat saya
sekolah, ada perpustakaan yang koleksi bukunya cukup banyak. Ya, meskipun judul
bukunya jadul tapi lumayan. Saat itu
saya ingat, novel-novel legendaris seperti karya Marah Rusli ada di
perpustakaan sekolah. Dari perpustakaan SMP itulah, saya mulai membaca banyak
karya tulis. Dan seorang teman memberitahu bahwa di Purwakarta, kota tempat
saya tinggal saat itu ada perpustakaan daerah. Kita bisa meminjam buku secara
gratis dengan menjadi anggota. Saya tidak langsung menjadi anggota perpustakaan
pada waktu itu.
Baru setelah duduk di SMK, saya menjadi anggota. Sejak saat itu, saya rajin berkunjung dan meminjam buku. Bagi saya, kegiatan seperti ini menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Saya yang tidak mendapat banyak uang jajan saat sekolah, tidak bisa seperti anak-anak lain yang setiap weekend bisa jalan-jalan. Tapi saya patut bersyukur karena hal ini adalah bagian dari kesenangan saya. Tidak semua orang bisa menikmatinya. Dan saya harus lebih bersyukur karena memiliki seorang ibu yang sudah memperkenalkan saya pada buku sedari kecil. Hal yang menurut saya istimewa karena berkat itulah saya kemudian memiliki cita-cita menjadi seorang penulis. Di SMK, saya bertemu dua orang sahabat yang juga memiliki minat yang sama. Kami sering bertukar membaca tulisan karya kami. Keduanya teman yang menyenangkan dan kami masih bersahabat hingga kini.
Baru setelah duduk di SMK, saya menjadi anggota. Sejak saat itu, saya rajin berkunjung dan meminjam buku. Bagi saya, kegiatan seperti ini menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Saya yang tidak mendapat banyak uang jajan saat sekolah, tidak bisa seperti anak-anak lain yang setiap weekend bisa jalan-jalan. Tapi saya patut bersyukur karena hal ini adalah bagian dari kesenangan saya. Tidak semua orang bisa menikmatinya. Dan saya harus lebih bersyukur karena memiliki seorang ibu yang sudah memperkenalkan saya pada buku sedari kecil. Hal yang menurut saya istimewa karena berkat itulah saya kemudian memiliki cita-cita menjadi seorang penulis. Di SMK, saya bertemu dua orang sahabat yang juga memiliki minat yang sama. Kami sering bertukar membaca tulisan karya kami. Keduanya teman yang menyenangkan dan kami masih bersahabat hingga kini.
Cita-cita untuk
menjadi seorang penulis seolah memberi suntikan semangat untuk saya. Membuat
saya selalu ingin belajar. Meskipun adakalanya rasa bosan menyerang dan saya
mencoba melakukan hal lain, tetapi saya selalu kembali pada kesenangan saya,
yaitu menulis. Saya menulis apa saja. Pada awalnya, saya menulis sekehendak
hati saya. Dan seiring berjalannya waktu, saya tidak hanya sekedar menulis.
Tetapi ada semacam kebutuhan untuk tahu lebih banyak. Bagaimana caranya
menulis? Atau bagaimana cara menulis cerita yang baik?
Hingga kini, saya masih terus belajar untuk melengkapi kesenangan saya, yaitu menulis. Tidak hanya sekedar menulis, tetapi juga menulis sesuatu yang bisa bermanfaat dan apik. Semuanya saya pelajari dari membaca dan bertanya pada kawan yang memiliki kemampuan menulis yang luar biasa. Saya beruntung menemukan orang-orang rendah hati yang mau mengajari saya dan saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
Hingga kini, saya masih terus belajar untuk melengkapi kesenangan saya, yaitu menulis. Tidak hanya sekedar menulis, tetapi juga menulis sesuatu yang bisa bermanfaat dan apik. Semuanya saya pelajari dari membaca dan bertanya pada kawan yang memiliki kemampuan menulis yang luar biasa. Saya beruntung menemukan orang-orang rendah hati yang mau mengajari saya dan saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
Beberapa teman saya
yang luar biasa mengatakan jika ingin
bisa menulis, kita harus banyak membaca. Dan ternyata ungkapan “Buku adalah
jendela dunia” itu bukan sekedar kalimat. Meskipun sekarang ini internet sudah
begitu akrab, tapi buku tetap tidak bisa tergantikan. Dan lagi-lagi, saya harus
beruntung karena hal ini. Saya sudah diperkenalkan buku oleh mama saya sedari
kecil. Warisan yang istimewa. Yaitu menumbuhkan minat baca saya sedari dini.
Saya sadar, referensi bacaan saya memang belum banyak. Tetapi kecintaan saya
terhadap buku secara tidak saya sadari sudah ditanamkan mama saya. Beliaulah
orang pertama membuat saya ingin terus belajar hingga kini. Saya jadi ingat
saat saya patah hati karena tidak bisa sekolah di perguruan tinggi, mama saya
mengatakan bahwa masih banyak buku yang bisa saya baca, sama seperti yang dibaca para mahasiswa. Ah, saya
beruntung memiliki Ibu seperti Mama.
Belakangan saya tahu
bahwa keinginan saya menjadi seorang penulis, adalah cita-cita yang sama yang
dimiliki oleh mama dulu. Beliau memang tidak pernah bertekad menjadikan saya
seorang penulis. Tetapi mungkin kecintaan mama pada dunia menulis diwarisakan
dalam bentuk cara mengajar saya. Dimulai dari
mengenalkan saya pada buku sejak dini, hingga saya jatuh cinta. Saat
mama membaca tulisan saya yang tergabung dalam sebuah antologi. Beliau berujar
“Dulu Mama ingin jadi penulis nggak kesampaian. Mungkin Teteh yang nerusin nanti,” saya tersenyum.
Semoga saya bisa meneruskan cita-cita mama dahulu. Dari mama, saya menemukan sebuah kecintaan dan belajar mengerti bahwa membaca adalah salah satu hal yang tidak kita sadari begitu memiliki pengaruh yang luar biasa. Hal yang sudah di lakukan Mama sejak saya kecil. Thanks for this thing, Mom. I am glad to be your daughter. Mungkin jika yang menjadi ibuku bukan engkau, Ma...aku tak akan pernah mencintai buku dan belajar untuk menjadi seorang penulis. Seperti cita-citamu dulu,”
Semoga saya bisa meneruskan cita-cita mama dahulu. Dari mama, saya menemukan sebuah kecintaan dan belajar mengerti bahwa membaca adalah salah satu hal yang tidak kita sadari begitu memiliki pengaruh yang luar biasa. Hal yang sudah di lakukan Mama sejak saya kecil. Thanks for this thing, Mom. I am glad to be your daughter. Mungkin jika yang menjadi ibuku bukan engkau, Ma...aku tak akan pernah mencintai buku dan belajar untuk menjadi seorang penulis. Seperti cita-citamu dulu,”