Berbagi kisah dan rasa

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Me, My mom and books

Dulu waktu masih SD, paling banter baca buku dapat pinjaman dari teman. Perpustakaan sekolah hanya punya sedikit koleksi buku. Mungkin hampir tidak ada karena sekolah tempat saya dulu belajar, sekolah inpres yang letaknya dekat sawah (ini serius lho). Jarang diperhatikan. Minim fasilitas dan dengan bangunan yang amat sederhana.

Saya ingat dulu mama mengenalkan saya pada tulisan saat sebelum sekolah. Kira-kira usia empat atau lima tahun. Memang tidak sepenuhnya saya ingat, tapi yang masih melekat di ingatan, mama sering menggunting banyak gambar dari majalah atau koran untuk kemudian di tempelkan di buku gambar. Bisa guntingan gambar binatang, tanaman atau apa saja. Kemudian beliau mengajak saya duduk dan mulai mengajari mengenal  gambar tersebut dan belajar menulis huruf. Saya  suka sekali gambar kucing pada waktu itu. Dan mama dengan telaten menggunting gambar, menempelkan dan kemudian menjawab semua pertanyaan dari mulut bawel saya. Mama juga sering bercerita tentang kebawelan saya. Tentang saya yang selalu bertanya ini dan itu. Dan terbukti sampai sekarang pun masih bawel :D

                       

Dimulai dengan pertanyaan tentang gambar ‘Ini apa Ma?’ Kemudian mama menjelaskan bahwa gambar tersebut namanya Kucing. Lalu mama mengajari caranya menulis huruf k-u-c-i-n-g dan lanjut mengejanya. Kira-kira begitulah metode yang digunakan mama untuk mengajari saya. Selain itu mama juga mengajari menulis huruf-huruf dasar, menggambar bentuk, dan lainnya.

Saya masuk sekolah dasar usia lima tahun setengah. Karena saat itu saya enggan masuk TK, jadilah mama memasukan saya ke sekolah dasar terdekat. Itupun karena saat itu kepala sekolahnya masih kerabat, jadi saya boleh masuk. Dengan perjanjian, saya harus bisa mengikti pelajaran. Jika tidak, saya akan mengulang kembali kelas satu.

Tapi alhamdulillah, saya bisa mengikuti pelajaran dengan cukup baik hingga lulus SD. Menjelang masuk SMP, saya mulai belajar menulis. Bukan sekedar menulis huruf saja, tapi merangkai kata menjadi sebuah cerita. Bermula dari sebuah buku diari, saya mulai jatuh cinta untuk menulis. Awalnya belajar secara otodidak. Hanya menulis biasa saja. Kebanyakan curhat sehari-hari ala anak yang baru beranjak remaja :D

Di SMP termpat saya sekolah, ada perpustakaan yang koleksi bukunya cukup banyak. Ya, meskipun judul bukunya jadul tapi lumayan. Saat itu saya ingat, novel-novel legendaris seperti karya Marah Rusli ada di perpustakaan sekolah. Dari perpustakaan SMP itulah, saya mulai membaca banyak karya tulis. Dan seorang teman memberitahu bahwa di Purwakarta, kota tempat saya tinggal saat itu ada perpustakaan daerah. Kita bisa meminjam buku secara gratis dengan menjadi anggota. Saya tidak langsung menjadi anggota perpustakaan pada waktu itu. 




Baru setelah duduk di SMK, saya menjadi anggota. Sejak saat itu, saya rajin berkunjung dan meminjam buku. Bagi saya, kegiatan seperti ini menjadi hiburan tersendiri bagi saya. Saya yang tidak mendapat banyak uang jajan saat sekolah, tidak bisa seperti anak-anak lain yang setiap weekend bisa jalan-jalan. Tapi saya patut bersyukur karena hal ini adalah bagian dari kesenangan saya. Tidak semua orang bisa menikmatinya. Dan saya harus lebih bersyukur karena memiliki seorang ibu yang sudah memperkenalkan saya pada buku sedari kecil. Hal yang menurut saya istimewa karena berkat itulah saya kemudian memiliki cita-cita menjadi seorang penulis. Di SMK, saya bertemu dua orang sahabat yang juga memiliki minat yang sama. Kami sering bertukar membaca tulisan karya kami. Keduanya teman yang menyenangkan dan kami masih bersahabat hingga kini.

Cita-cita untuk menjadi seorang penulis seolah memberi suntikan semangat untuk saya. Membuat saya selalu ingin belajar. Meskipun adakalanya rasa bosan menyerang dan saya mencoba melakukan hal lain, tetapi saya selalu kembali pada kesenangan saya, yaitu menulis. Saya menulis apa saja. Pada awalnya, saya menulis sekehendak hati saya. Dan seiring berjalannya waktu, saya tidak hanya sekedar menulis. Tetapi ada semacam kebutuhan untuk tahu lebih banyak. Bagaimana caranya menulis? Atau bagaimana cara menulis cerita yang baik? 

Hingga kini, saya masih terus belajar untuk melengkapi kesenangan saya, yaitu menulis. Tidak hanya sekedar menulis, tetapi juga menulis sesuatu yang bisa bermanfaat dan apik. Semuanya saya pelajari dari membaca dan bertanya pada  kawan yang memiliki kemampuan menulis yang luar biasa. Saya beruntung menemukan orang-orang rendah hati yang mau mengajari saya dan saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

Beberapa teman saya yang luar biasa mengatakan  jika ingin bisa menulis, kita harus banyak membaca. Dan ternyata ungkapan “Buku adalah jendela dunia” itu bukan sekedar kalimat. Meskipun sekarang ini internet sudah begitu akrab, tapi buku tetap tidak bisa tergantikan. Dan lagi-lagi, saya harus beruntung karena hal ini. Saya sudah diperkenalkan buku oleh mama saya sedari kecil. Warisan yang istimewa. Yaitu menumbuhkan minat baca saya sedari dini. Saya sadar, referensi bacaan saya memang belum banyak. Tetapi kecintaan saya terhadap buku secara tidak saya sadari sudah ditanamkan mama saya. Beliaulah orang pertama membuat saya ingin terus belajar hingga kini. Saya jadi ingat saat saya patah hati karena tidak bisa sekolah di perguruan tinggi, mama saya mengatakan bahwa masih banyak buku yang bisa saya baca, sama seperti yang dibaca para mahasiswa. Ah, saya beruntung memiliki Ibu seperti Mama.

Belakangan saya tahu bahwa keinginan saya menjadi seorang penulis, adalah cita-cita yang sama yang dimiliki oleh mama dulu. Beliau memang tidak pernah bertekad menjadikan saya seorang penulis. Tetapi mungkin kecintaan mama pada dunia menulis diwarisakan dalam bentuk cara mengajar saya. Dimulai dari  mengenalkan saya pada buku sejak dini, hingga saya jatuh cinta. Saat mama membaca tulisan saya yang tergabung dalam sebuah antologi. Beliau berujar “Dulu Mama ingin jadi penulis nggak kesampaian. Mungkin Teteh yang nerusin nanti,” saya tersenyum. 

Semoga saya bisa meneruskan cita-cita mama dahulu. Dari mama, saya menemukan sebuah kecintaan dan belajar mengerti bahwa membaca adalah salah satu hal yang tidak kita sadari begitu memiliki pengaruh yang luar biasa. Hal yang sudah di lakukan Mama sejak saya kecil. Thanks for this thing, Mom. I am glad to be your daughter. Mungkin jika yang menjadi ibuku bukan engkau, Ma...aku tak akan pernah mencintai buku dan belajar untuk menjadi seorang penulis. Seperti cita-citamu dulu,”


    

2 Responses so far.

  1. Saya dukung dengan sangat untuk menulis. Segera menulis banyak-banyak, nanti kalau sudah banyak tinggal dipilih saja mana-mana yang akan diterbitkan dan dibukukan untuk dibaca oleh orang banyak

  2. Terimakasih semangat dan dukungannya :)
    Saya akan terus semangat belajar menulis :)

Leave a Reply

Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^