Semua yang saya jalani
sekarang layaknya sebuah mimpi. Ketika
memandang keluar jendela rumah, melihat deretan atap rumah para prajurit
menambah semuanya makin terasa seperti dalam cerita ketika tidur.
Saya tidak bisa menemukan
letak rumah ibu yang asri dengan deretan pepohonan rimbun yang rajin di tanam
beliau. Pun raut wajah orang-orang terkasih tidak bisa saya jumpai setiap
detik layaknya dahulu. Ya, semua itu karena saya sudah tidak tinggal lagi
bersama mereka.
Entah tepatnya berapa
ribu kilometer jauhnya. Kini, saya ada di ujung barat nusantara. Tempat yang
dulu hanya saya tahu dari peta saat pelajaran geografi. Seperti hal yang ajaib
saya bisa ada disini. Pernah bermimpi pun tidak dan justru sekarang ini saya
baru merasa seperti bermimpi.
Sejak lahir dan usia
saya dua puluh enam tahun, saya tidak pernah jauh dari rumah. Saya amat
mencintai kampung halaman dan tanah leluhur. Bumi parahyangan adalah tempat
istimewa untuk saya. Mungkin karena belum pernah keluar terlalu jauh, jadilah
tanah kelahiran menjadi tempat yang paling nyaman.
Namun akhir tahun 2013,
tepatnya bulan November, saya harus meninggalkan rumah dan orang-orang
tercinta. Bukan sebuah perpisahan yang menyedihkan sebetulnya. Tapi bagi saya
yang kali pertama akan merantau, hal itu terasa sedikit berat.
Hidup saya sampai
pada sebuah pernikahan. Dan kini saya memiliki tanggung jawab sebagai seorang
istri. Mendampingi suami dimanapun ia berada. Dan hal itulah yang membuat saya
sekarang ada disini.
Ada saat dimana kita
harus berpisah dengan orang tua dan adik. Masa dimana kita menjalani kehidupan
kita sendiri secara mandiri. Dan kini, bumi Aceh tepatnya kota Lhokseumawe
menjadi tempat tinggal saya dan suami. Rasanya aneh ketika tiba disini. Ada
sebuah perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Yang ada di pikiran saya saat itu
adalah saya akan menjalani kehidupan disini tanpa ada keluarga. Hanya berdua
dengan suami. Tanpa ada saudara ataupun kerabat.
Tetapi berbekal
keyakinan bahwa setiap sudut bumi ini adalah milik Allah SWT, saya mencoba menjalani
semuanya dengan santai. Saya berkata pada diri sendiri bahwa hal ini adalah hal
baru yang menyenangkan. Anggaplah sebagai sebuah pengalaman hidup yang mungkin tidak setiap orang bisa
mengalaminya. Mendapatkan kesempatan
merantau, bertemu dengan orang-orang baru dan suasana yang jauh berbeda budaya,
adat istiadat dan karakter orang yang beragam.
Dan tak terasa kini,
saya sudah satu tahun lebih disini. Alhamdulillah saya merasakan hidup yang
penuh dengan keberkahan. Setiap pagi saat mencium tangan suami dan
mengantarkannya ke muka pintu untuk menjemput rezeki, saya merasa damai. Di tempat
yang jauh dari rumah, saya memiliki seorang suami yang baik. Ia menjadi
sosok yang bijaksana layaknya orang tua sekaligus menjadi sahabat terbaik setelah
mama yang pernah saya miliki. Orang yang selalu menyediakan bahunya saat saya
merasa gundah, orang yang selalu mengelus punggung saat merasa rindu pada ibu.
Entah sampai kapan
kami akan tinggal disini. Meskipun terasa menyenangkan, kami tetap menyimpan
kerinduan untuk pulang dan berkumpul bersama keluarga. Jarak yang jauh tidak
memungkinkan kami untuk bisa sering pulang. Sebaik apa pun di tanah rantau,
hati akan selalu memanggil untuk pulang dan dekat bersama keluarga. Ada orang
tua yang selalu berharap kami dekat. Dan begitupun kami merasakan hal yang
sama. Tapi kami masih harus bersabar untuk bisa pulang. Ada hari yang masih
harus kami jalani disini sambil menunggu kesempatan untuk bisa kembali ke tanah
kelahiran.
Tanah rencong adalah
rumah kami sekarang dan bumi parahyangan
tetap menjadi tanah leleuhur yang kami cintai. Suatu saat kami akan
kembali untuk menetap. Menjalani kehidupan istimewa dikelilingi orang-orang
yang kami cintai.
Lhokseumawe, 5
Desember 2014
Waduk kota lhokseumawe, Aceh utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^