Sedikit cerita, tulisan saya di bawah ini tergabung dalam sebuah storycake yang diselenggarakan oleh komunitas IIDN (Ibu-ibu doyan nulis) dengan penyelenggara lomba oleh Mbakyu Candra Nila Murti Dewojati dan di terbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Buku ini bercerita tentang perjalanan seseorang dalam menemukan cahaya menuju sebuah kehidupan yang lebih baik setelah melalui peristiwa istimewa. Ada berbagai kisah dalam buku ini yang akan membuat kita menyadari bahwa pintu taubat selalu terbuka bagi siapa saja yang mencari dan dikehendaki. Semoga bermanfaat untuk orang banyak :)
Antologi saya yang ke-11.
Happy reading :D
Rasanya ingin aku tak
percaya dengan apa yang baru saja di katakannya. Terdengar seperti bualan
bukan? Tapi sungguh hal ini terjadi padanya. Karena saat itu ia sadar dari
komanya dan berevolusi menjadi manusia baru. Kata ‘pulang ‘ yang diucapkan
Ayahnya itu mungkin memiliki makna bahwa dia masih harus kembali hidup dan
merubah hidupnya. Dia mendapat perhatian khusus berupa hidayah dari Yang Maha
Memilki ketika dia berada dalam jalur tarik menarik antara hidup dan mati.
Judul tulisanku di buku ini :)
Antologi saya yang ke-11.
Happy reading :D
Aku
dengan seksama mendengarkan setiap
jengkal ceritanya. Berkali-kali kami mengucap tasbih, memuji kebesaran-Nya.
Matanya menerawang dan perlahan mulai berair. Lirih dia berkata, “ Aku
bertaubat ya Allah..” Matanya menerawang. Sebut saja Tody, pemuda berusia dua
puluh enam tahun yang masih terhitung kerabat Ayahku itu sedang mengingat
peristiwa yang akan selalu berada dalam
ingatannya. Sebuah titik balik dalam hidupnya. Sebuah perjalanan yang
bisa dikatakan sebagai sebuah perjalanan spiritual yang tak semua orang bisa
mengalaminya.
***
Pukul
tiga dini hari, tepatnya ahad. Seperti kebiasaannya di akhir pekan, dia akan
berkumpul bersama kawan-kawannya. Menghabiskan malam dengan hal-hal yang mereka
anggap lumrah. Mengelus punggung botol dan meraciknya dengan campuran
benda-benda yang menurutku tak masuk akal. Menikmati sesuatu yang selalu mereka
sebut sebagai kegemaran. Dan ketika mereka sudah sampai di puncak kesenangan
semu, gerung kendaraan akan mulai terdengar bersahutan dan menyalak garang. Memacu
adrenalin dan membuktikan diri sebagai seorang yang jantan. Jalanan sepi tanpa
penerangan memadai menjadi arena pacu nyali yang sempurna. Balapan liar.
Tody
ambil bagian. Entah sejak kapan dia mulai menggemari aktifitas ini. Mungkin
sejak tiga tahun lalu, saat dia kehilangan Ayahnya. Tody bersama dua orang
temannya memacu kendaraan mereka dengan kecepatan tinggi. Dan ketika tiba di
sebuah tikungan tanpa penerangan, mereka terlempar. Berhamburan ke badan jalan.
Rupanya mereka bertabrakan dengan sebuah sepeda motor yang juga dalam kecepatan tinggi.
Aku
masih ingat raut wajah Ibunya Tody ketika berita kecelakaan itu sampai. Tak tega aku membayangkan
perasaanya. Tody yang sudah tak memiliki Ayah ini adalah penopang hidup
keluarganya. Dia putra sulung dengan dua
orang adik. Aku melihat tatapan mata si Ibu yang kuyu. Di depannya kini
terbaring koma sang anak. Membuatnya kalut karena terpampang dengan jelas biaya
pengobatan yang tak sedikit. Dan keadaan
ekonomi mereka tak bisa di katakan berlebih.
Di
rumah sakit, satu persatu orang datang menjenguk Tody. Tapi ada yang terasa
aneh. Kebanyakan mereka yang menjenguk adalah orang yang selalu menasihati
Tody. Meskipun bantahan yang selalu mereka terima, kawan-kawannya yang
bijaksana itu rupanya tak memiliki dendam dan merasa puas atas apa yang dialami
Tody. Mereka justru tulus bersimpati dan mengatakan “Mudah-mudahan peristiwa
ini membawa hikmah untuk hidup Tody dan membuat dia yakin bahwa Allah
menyayanginya”. Dan kemanakah kawan-kawan ‘satu komunitasnya?’ tak kulihat satu
pun yang datang menjenguk. Tak ada ucapan simpati atau bahkan lantunan doa untuk
karib mereka.
Terpikir
olehku, seorang kawan dan sahabat adalah mereka yang ada saat kita terpuruk dan
terjatuh. Bahkan kita seringkali tak menyadari bahwa kawan yang sesungguhnya
adalah orang yang selalu menginginkan kebaikan dalam hidup kita. Bukan mereka
yang hanya sanggup berteman saat berada
dalam senang tetapi saat kita limbung, mereka tak ada.
***
“Aku
sunggguh tak akan lupa dengan peristiwa sewaktu aku koma dulu.” Ucapnya pelan.
Aku
tertegun sejenak. Alam pikirku terbawa alur cerita. Membayangkan apa yang
dialaminya. Sungguh engkau masih beruntung saudaraku, Allah masih memberimu
kesempatan hidup kedua. Membuatmu menjadi manusia baru dengan buku catatan yang
akan kau isi dengan kebaikan.
Saat
itu sudah minggu keempat Tody koma. Selang infus dan oksigen masih berseliweran
di tubuhnya dan masih belum ada tanda-tanda dia akan bangun.
Kami
semua yang melihat sungguh tak tahu apa yang dialaminya ketika dia koma. Dan
ketika sekarang dia hadir di tengah-tengah kami untuk menceritakannya, Allah, aku
sungguh takjub.
“Setiap
hari aku selalu di datangi dua sosok besar berjubah hitam. Ukurannya melebihi
postur tubuh manusia biasa. Mereka akan berdiri di samping kiri dan kananku, menatap galak. Aku merasa
kakiku tertanam ke bumi. Aku tak bisa lari kemana mana. Dan di saat itulah aku
melihat mendiang Ayahku dengan pakaian putih-putihnya menghampiriku dengan raut wajah penuh amarah
dan ia membentakku! Tapi kemudian beliau menangis. Ingin aku mengatakan sesuatu,
tapi suaraku tak bisa keluar!
Aku
merasa ini terjadi setiap waktu. Dua sosok berjubah hitam itu datang dan
berdiri di sampingku, kemudian Ayahku dengan rautnya yang marah membentakku,
kemudian menangis. Urutannya selalu sama dan terjadi begitu terus.
Aku
melihat gurat kekecewaan dalam matanya.
Mungkin saat itu, beliau bersedih sekaligus kecewa melihat aku yang seperti
ini. Seharusnya aku sebagai pengganti Ayahku bisa menjadi teladan untuk kedua
adikku. Tapi nyatanya, aku menghancurkan hidupku sendiri, mencari kesenangan
semu”
***
Tody
kini menjelma menjadi manusia baru dengan lembaran kertas yang selalu dia
ucapkan ingin diisinya dengan kebaikan. Dia sudah meninggalkan khamr dan kegemarannya memacu kendaraan
dengan kecepatan tinggi. Wajah kusutnya perlahan pudar. Terganti dengan wajah
yang kini selalu tersapu air wudhu. Ia lebih menyadari perannya sebagai
pengganti Ayahnya. Ia menyadari apa yang telah di alaminya. Sosok berjubah
hitam itu, Ayahnya yang datang dengan raut wajah marah, ini adalah sebuah
pengingat untuknya.
Menjelang
disaat terakhir dalam masa koma, Tody bercerita bahwa ada saat dimana ia merasa
memiliki kesempatan lagi untuk kembali kedunia. Menatap mata Ibunya dan memohon
ampun.
Kali
ini dua sosok berjubah hitam itu tak lagi berdiri di sampingnya seperti biasa.
Mereka berdiri tepat di depan wajah Tody. Keduanya mencengkeram badannya. Tody
berkata, “Aku merasakan sakit yang luar biasa” Dan di saat itu Ayahnya kembali
datang, menatapnya tajam dan membentaknya dengan satu kata. “PULANG!” Dua sosok
besar itu kemudian menekan dada dan tenggorokannya. Tody mendengar mereka berkata, “PULANG! PULANG! PULANG!
Judul tulisanku di buku ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^