Berbagi kisah dan rasa

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Home sweet home- Rumahku surgaku

Istilah yang amat familiar. Rumah yang bagaikan surga. Tentulah jika kita mendengar kata surga, pikiran kita terbayang sebuah tempat indah. Mungkin menjadi tempat terindah yang pernah ada dengan segala hal didalamnya yang membuat kita nyaman. Surga identik dengan kemewahan dan kesenangan. Tak diragukan lagi, meskipun kita tidak mengetahui bagaimana surga yang sebenarnya, tapi kita bisa tahu dari gambaran yang sering kita baca dan dengar. Salah satu contoh, surganya Allah Ta’ala. Digambarkan dengan penuh keindahan dan keistimewaan.

Istilah surga sekarang ini tidak hanya ditujukan untuk sebuah tempat saja. Tapi juga untuk banyak hal yang mendatangkan kesenangan pun orang katakan sebagai surga. Meskipun surganya orang kebanyakan di masa ini adalah hal yang semu dan mendatangkan musibah.

Saat kita menonton tayangan televisi dimana diperlihatkan bagaimana mewahnya sebuah rumah dengan segala fasilitasnya, terkadang membuat kita mengira bahwa hunian tersebut adalah sebuah surga nyata di dunia. Adalah kita sebagai manusia hanya melihat artian surga hanya dari tampilan semata. Setidaknya dulu, saya pun pernah berpikir seperti itu. Saat remaja, saat saya berkunjung ke rumah teman yang memiliki rumah indah, saya pun sempat berpikir bahwa teman saya itu sudah memiliki surga. Atau setidaknya tinggal di sebuah surga.
Pemikiran sempit seorang manusia memandang sesuatu hanya dari rupanya saja. Sesuatu yang indah di dunia ini kita katakan sebagai surga. Saya saat itu berpikir bahwa orang yang tinggal di hunian mewah itu sudah pasti merasa bahagia dan nyaman. Namun ketika saya mendengar bahwa dari hunian mewah tersebut banyak konflik yang terjadi, saya bertanya kembali. Jika memang benar mereka tinggal di surga, mengapa ada konflik atau ada hal yang membuat si penghuni justru merasa ingin keluar dari surganya? Kian hari, banyak hal serupa yang saya temui. Baik di lingkungan sekitar maupun melihat dari berita televisi. Ada anak yang tinggal di hunian mewah justu ingin keluar dari rumahnya karena merasa tidak nyaman. 

Tapi di saat bersamaan saya melihat berita yang bertolak belakang. Sebuah keluarga miskin yang  tinggal dibantaran kali atau di dekat tumpukan sampah masih tersenyum ceria. Menyambut kedatangan orang tua mereka pulang membawa secuil nasi untuk anak-anak yang kumal dan kurang gizi. Sesekali mereka menangisi keadaan saat perut mereka tidak kenyang. Namun tak lama, anak-anak mereka kembali ceria meskipun area bermain mereka jelaslah kotor dan jauh dari nyaman. Dan sudah jelas mereka tidak tinggal di tempat yang mewah. Namun senyum anak-anak itu terlihat tulus bahagia.

Ada yang mengusik hati saya. jika orang mengatakan bahwa sebuah rumah mewah adalah surga, dari contoh yang saya lihat dan dengar, masihkah bisa hunian mewah tersebut dikatakan sebagai surga? Masihkah surga identik dengan sebuah rupa yang agung? Saya meyakini bahwa hanya surganya Allah yang betul-betul surga. Baik secara rupa maupun kondisi. Surga di dunia ini saya meyakini tak bisa lagi dinilai dari bentuk atau seberapa mewahnya hunian.

Sebuah rumah yang bisa dirasakan surga tidaklah berarti mewah nan agung. Saya merasakan betul hal ini. Sejak kecil, rumah orang tua saya tidaklah mewah. Kami tinggal di rumah tua sederhana warisan almarhum nenek. Di dalamnya ada mama, seorang perempuan tangguh yang selalu menjadi pelipur hati ketiga anaknya. Juga ada bapak yang berwatak keras dan tidak pandai berkata-kata namun saya tau, beliau orang yang paling gelisah jika anaknya belum kembali ke rumah lebih dari jam yang dijanjikan, dan ada dua adik laki-laki dengan segala tingkah polahnya yang terkadang membuat saya gemas. Kehidupan kami amat sederhana. 




                                                         sumber gambar: efariana88.blogspot.com


Dan rumah kami yang mulai dimakan usia, menjadi tempat yang istimewa untuk kami. Bolehlah orang berkata apapun tentang kami. Pernah saya dengar bahwa di rumah sederhana kami, tawa bahagia pasti jarang terdengar. Mereka mengira kesulitan kami membuat kami tidak bisa merasa bahagia apalagi ditambah hunian kami yang jauh sekali dari mewah jika dibandingkan dengan mereka yang berkata seperti itu.

Pernah saya merasa marah. Namun ibu saya selalu mengatakan bahwa “Rumah yang sebenarnya bukan dilihat dari seberapa mewahnya bangunan atau seberapa bagusnya barang-barang yang ada di dalamnya. Tapi rumah yang sebenarnya adalah tempat dimana kita akan selalu merasa rindu untuk pulang”

Sejak saat itu, saya tidak pernah lagi memperdulikan mereka yang merasa lebih hebat dari kami dan hanya suka menduga-duga. Kita tidak perlu menjelaskan pada setiap orang bahwa kita bahagia dengan segala kondisi kita. Karena pasti akan ada orang-orang yang tetap dengan keyakinan mereka bahwa orang-orang yang tinggal di rumah sederhana pastilah tidak bahagia.

Dan saya membawa kata-kata ibu dalam ingatan. Jadi ketika saya pindah mengikuti suami dan menemukan bahwa rumah  yang saya tinggali kondisinya bahkan jauh lebih sederhana dibandingkan rumah orang tua, saya menjalani itu semua dengan santai saja. Meskipun sebagai manusia pada awalnya, saya merasa bisa tinggal di tempat yang jauh lebih enak. Tapi semua itu gugur oleh kalimat sakti Ibu saya. Apapun kondisinya, saya harus menjadikan hunian ini sebagai tempat terbaik dengan penuh  kenyamanan. Tempat dimana saya dan suami ingin  mendapat keberkahan.

Seperti yang saya lihat di sekitar, disini pun sama. Anak-anak masih bisa bermain dengan riangnya dilingkungan rumah yang amat sederhana. Para ibu pun masih bisa dengan cerianya tertawa ketika berkumpul bersama. Mungkin bagi mereka, lingkungan ini sebuah surga. Kamar tidur mereka yang berdinding kayu adalah tempat ternyaman. Pun lorong-lorong perumahan yang lembab pun bagi mereka layaknya labirin tempat bermain yang seru. Saya pun merasakan bahwa meskipun saya tinggal di tempat yang penuh dengan keterbatasan, saya masih bisa merasakan kenyamanan. Dan surga pun tak hanya bicara soal bangunan megah ataupun lengkapnya fasilitas. Sebuah rumah yang disebut surga adalah ketika kita merasa mencintai tempat tersebut dengan segala kekurangannya.

Ditambah dengan penghuninya yang saling mengasihi yang membuat kita merasa selalu rindu untuk pulang. Berbaring nyaman di atas lantai dengan perasaan damai. Sebuah tempat dimana kita akan menemukan senyuman dan kelembutan orang-orang yang kita sebut keluarga. Sebuah tempat yang memberi kita semangat dan energi positif untuk selalu bersyukur. Tak peduli seberapa lapuknya kayu penyangga rumah dimakan rayap. Tak peduli pada apa yang membuat punggung kita sakit karena kasur yang kurang empuk. Dan yang kita pedulikan hanyalah orang-orang terkasih yang akan selalu membuat kita merasa lengkap, merasa utuh menjadi seorang manusia yang penuh dengan cinta. That’s the real home for me. Rumahku surgaku. Sebuah surga yang didalamnya ada ibu, bapak, Adik, kakak, suami, anak yang saling mengasihi satu sama lain. Setidaknya itulah gambaran rumah yang sebenarnya untuk saya pribadi. Sebuah surga yang nyata :)



                                            Sumber gambar: gambarrumahh.com 


Leave a Reply

Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^