Berbagi kisah dan rasa

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Kotak mimpi




Bau lembab dan wangi tanah yang baru saja tersapu air hujan menusuk hidungku. Mengintip dari celah jendela, menikmati dan merasakan aroma rintik hujan membuatku ingin menghirup udara dalam-dalam.
Di saat seperti ini alam pikirku mencatat banyak hal dan pada akhirnya aku akan menuruti komandonya. Bergegas mengambil sebuah benda keramat dan mulai menari-nari di atas barisan kertas putih.
Aku menulis apa yang ingin aku tulis dan ketika kertas putih itu telah terisi penuh, rongga dadaku naik turun dipenuhi udara segar. Sungguh, ada satu kelegaan bisa mengatakan banyak hal pada sahabat karibku, “ Si Kertas Putih”. Ia memang bisu, tapi ia sahabat yang istimewa. Membiarkanku berlama lama memuntahkan tinta pena, yang tak jarang aku kasari dengan membuat satu garis coretan jika aku merasa tulisanku tak layak baca. Di lain waktu ketika aku merasa gemas, ia tak bisa lari dari remasan jari- jari tanganku. Dan di saat aku merasa sentimentil, ia pun tak keberatan aku  bicara banyak hal yang mungkin jika orang mendengarnya akan menyebutku cengeng.
Ia mengenal baik siapa aku. Tapi lebih tepatnya, si kertas putihlah yang membuatku bisa mengenal dengan baik diriku sendiri dan aku sudah mulai jatuh hati ketika aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Setiap orang yang bertanya mengenai cita-citaku pasti tak akan mendapatkan jawaban yang sama. Cita-citaku selalu berubah. Saat aku menggemari tata busana, aku memutuskan ingin menjadi seorang desainer mekipun aku tak bisa menggambar. Begitu pula ketika aku tertarik dengan musik dan mencoba mempelajarinya, aku juga memutuskan ingin menjadi musisi dan begitulah seterusnya. Aku akan memutuskan cita-citaku saat aku menggemari dan tertarik pada sesuatu. Tapi tak pernah bertahan lama. Aku pun sempat bingung karena aku sendiri tak tahu ingin jadi apa.
Melewati masa remaja dan memasuki usia dewasa membuatku berpikir sedikit lebih serius. Sebelumnya aku selalu selalu berpikir biarlah alur hidupku berjalan dengan sendirinya. Aku tak mau banyak berangan-angan. Aku membiarkan kotak mimpiku kosong dan kau tahu kawan apa yang ku rasakan? Aku merasa berjalan di tempat, tak beranjak kemana-mana. Aku merasa bosan dan saat itulah aku mulai memikirkan kembali tentang sebuah kata, “Cita-cita”
Aku tak ingin seperti masa sekolah dulu yang impiannya selalu berubah. Aku ingin mengejar mimpi dengan penuh kesadaran dan keseriusan. Tapi aku belum menemukan apa impian dan cita-citaku. Aku mulai menimbang beberapa bidang yang mungkin bisa aku jadikan target menggapai mimpi. Satu per satu aku pikirkan, namun tak juga aku temukan.
Kesal hatiku tak sanggup menemukan apa yang harus aku kejar. Di sebuah kertas putih aku mulai menulis tentang kegalauan hati, kekesalan, kesedihan, kebingungan dan semua yang aku rasakan. Ternyata tak mudah bagiku menentukan cita-cita dan impian dalam hidup.
Aku terus mengisi baris per baris si kertas putih. Perlahan, aku membaca semua yang aku tulis. Ku katakan padamu, saat itu aku jatuh cinta pada tulisan. Bukan karena aku menganggap tulisanku bagus. Tapi karena tulisan yang mengetuk kesadaranku akan sebuah mimpi. Aku tersenyum teringat pada sebuah buku diary mungil, buku catatan harian pertamaku. Buku yang setiap harinya memuat kisahku yang khas anak remaja pada waktu itu. Aku membukanya kembali. Membaca lembar demi lembar. Aku takjub karena ternyata banyak hal yang sudah tidak aku ingat masih terekam dengan baik di sini. Begitu juga dengan buku-buku catatan harian selanjutnya yang juga menyimpan dengan baik banyak kisah yang sudah terlupakan. Tanpa sadar, aku memindahkan semua potongan kisahku pada sebuah benda kesayanganku. “Buku Catatan Harian” yang pada tahun tahun berikutnya juga memutarkan kembali dengan sempurna cerita-ceritaku.
Sebuah tiupan halus menyusup ke dalam syaraf otakku. Mengatakan dengan lembut, “Inilah yang kau cari. Kau telah menemukan sebuah mimpi yang akan merubahmu menjadi seorang yang penuh semangat. Dan pada perjalananya kau akan banyak belajar menghargai sebuah proses.”  Kecintaanku menulis di buku catatan harian telah meyakinkanku kalau aku ingin menjadi seorang penulis. Sebuah mimpi tanpa ragu.


Mempersilakan orang membaca tulisanku pada awalnya adalah hal yang tak mudah untukku. Aku tak cukup punya rasa percaya diri dan selalu mengatakan kalau tulisanku tak cukup bagus untuk di baca orang. Ternyata tak mudah mewujudkan mimpi itu. Hambatan pertama justru datang dari diriku sendiri. Aku hampir menyerah dan memutuskan semua tulisanku hanya aku yang boleh membacanya.
Hingga akhirnya pada satu waktu, aku menulis catatan tentang seorang teman yang sukses mencapai impiannya. Aku menuliskan ia sebagai orang yang penuh semangat, ulet, sungguh-sungguh dan tak menyerah jika hasilnya tak seperti yang diinginkan. Lagi-lagi sebuah tulisan sanggup membuatku berpikir. Mengapa aku tak bisa seperti dia? Bukankah untuk mencapai impian itu butuh usaha dan kesungguhan?
Aku teringat pada diriku sendiri. Rupanya aku tak pernah sungguh-sungguh. Ketika aku sudah menemukan impianku, aku tak pernah berusaha untuk mewujudkannya. Aku hanya diam dan tak berkutik pada rasa tidak percaya diri. Aku harus mengatakan pada diriku, “ Sampai kapan kau akan mempertahankan  rasa takutmu?
Aku mulai melangkah, bertekad dan sungguh-sungguh mewujudkan impianku. Aku tak akan membiarkan impianku menguap begitu saja. Aku harus bisa menggapai mimpiku dan aku harus sanggup menyambut apa pun yang akan ada dalam perjalananku. Aku akan hadapi dengan kesungguhan dan niat untuk belajar menjadi manusia pantang menyerah.


Tak jarang aku harus mendapat tulisanku tanpa komentar. Mereka yang membacanya hanya mengedikkan bahu dan dengan malas berkata, “Nggak tahu”. Aku juga sering mendapat berbagai komentar tentang tulisanku. Untukku, inilah yang disebut sebagai sebuah proses dan aku harus menghargainya. Aku tak ingin hanya bermimpi dan aku harus mewujudkan mimpiku.
Beberapa orang menyebut mimpiku sebuah khayalan. Mereka mengatakan bahwa menulis itu sama dengan mengarang dan mengarang itu sama dengan bohong. Sesederhana itukah pemikiranmu kawan? Buatku lebih baik bermimpi daripada hanya berdiam diri. Kau hanya tak mengerti kawan, bagiku menulis adalah hal yang selalu sanggup membuatku tersenyum dan membuat hariku di penuhi dengan harapan. Dan jika kau mengatakan menulis itu adalah bohong, coba kau renungkan kawan. Ketika kau merasa sedih, kau akan lebih berkata jujur pada si kertas putih di banding kau berbicara pada seseorang . Begitu juga ketika kau tersipu, gembira, bahkan ketika kau marah, kadangkala kau akan lebih bisa meluapkan semua hal yang tak bisa kau ucapkan dengan lisan. Sebuah kejujuran, sesuatu yang berasal dari hatimu. Menulis bagiku adalah bentuk dari rasa peka dan peduli. Dan bagiku menulis adalah sebuah proses belajar yang menyenangkan dan indah.


Setiap naskahku tak lolos kompetisi, aku akan semakin bersemangat. Belajar memperbaiki tulisanku sampai mereka menyebut tulisanku “ layak baca”. Tangga menuju impianku masih panjang dan aku tak akan berhenti berjalan sebelum aku sampai. Bahkan ketika nanti aku telah sampai, aku akan terus berjalan, berjalan dan berjalan sampai jauh. Akan aku katakan padamu kawan, memiliki impian itu tak ubahnya seperti suntikan semangat hidup dan berlari menapaki mimpi adalah wajib. Tak usah pedulikan mereka yang tak mengerti mimpi kita dan hanya bisa berkata, “Cita-cita kok penulis?” atau “Kok cita-citamu jadi ini dan itu?”
Aku tahu betul apa yang ingin aku capai. Aku juga tak akan merasa ragu dengan impian pilihanku. Cukuplah aku tersenyum dan bersungguh sungguh, lebih jauh berjalan bahkan berlari menembus belukar untuk sampai pada mimpiku. Aku akan terus menulis dan menjadi seorang penulis.


Rinai hujan mulai tak tampak. Matahari mulai menggantikan tugasnya. Cahayanya mulai berpendar menyapu bumi, membawa harapan pada seorang anak manusia. Udara segar memasuki jendela kamarku, memberiku satu semangat.
Aku baru saja menuliskan sebuah catatan khusus. Catatan mengenai sebuah impian. Aku mendekap erat sebuah pena dan sebuah buku berharga. Aku pandangi dan membacanya berulang kali. Hatiku berbisik, “Ya, mimpimu adalah menjadi seorang penulis”. Aku tersenyum simpul. How a beautiful.

One Response so far.

  1. Be A writter :)
    thats my dream...

    Butuh kerja keras untuk mencapai semua itu. Hanya berbekal tekad dan niat untuk belajar.
    Never give up :)

Leave a Reply

Terimakasih sudah berkunjung. Salam, Lisna ^^