Bau lembab dan wangi tanah yang baru saja tersapu air hujan menusuk hidungku. Mengintip dari celah jendela, menikmati dan merasakan aroma rintik hujan membuatku ingin menghirup udara dalam-dalam.
Di saat seperti ini alam pikirku mencatat banyak hal
dan pada akhirnya aku akan menuruti komandonya. Bergegas mengambil sebuah benda
keramat dan mulai menari-nari di atas barisan kertas putih.
Aku menulis apa yang ingin aku tulis dan ketika
kertas putih itu telah terisi penuh, rongga dadaku naik turun dipenuhi udara
segar. Sungguh, ada satu kelegaan bisa mengatakan banyak hal pada sahabat
karibku, “ Si Kertas Putih”. Ia memang bisu, tapi ia sahabat yang istimewa.
Membiarkanku berlama lama memuntahkan tinta pena, yang tak jarang aku kasari
dengan membuat satu garis coretan jika aku merasa tulisanku tak layak baca. Di
lain waktu ketika aku merasa gemas, ia tak bisa lari dari remasan jari- jari
tanganku. Dan di saat aku merasa sentimentil, ia pun tak keberatan aku bicara banyak
hal yang mungkin jika orang mendengarnya akan menyebutku cengeng.
Ia mengenal baik siapa aku. Tapi lebih tepatnya, si kertas putihlah yang membuatku bisa mengenal dengan baik diriku sendiri dan
aku sudah mulai jatuh hati ketika aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Setiap orang yang bertanya mengenai cita-citaku
pasti tak akan mendapatkan jawaban yang sama. Cita-citaku selalu berubah. Saat
aku menggemari tata busana, aku memutuskan ingin menjadi seorang desainer
mekipun aku tak bisa menggambar. Begitu pula ketika aku tertarik dengan musik
dan mencoba mempelajarinya, aku juga memutuskan ingin menjadi musisi dan
begitulah seterusnya. Aku akan memutuskan cita-citaku saat aku menggemari dan
tertarik pada sesuatu. Tapi tak pernah bertahan lama. Aku pun sempat bingung
karena aku sendiri tak tahu ingin jadi apa.
Melewati masa remaja dan memasuki usia dewasa
membuatku berpikir sedikit lebih serius. Sebelumnya aku selalu selalu berpikir
biarlah alur hidupku berjalan dengan sendirinya. Aku tak mau banyak
berangan-angan. Aku membiarkan kotak mimpiku kosong dan kau tahu kawan apa yang
ku rasakan? Aku merasa berjalan di tempat, tak beranjak kemana-mana. Aku merasa
bosan dan saat itulah aku mulai memikirkan kembali tentang sebuah kata, “Cita-cita”
Aku tak ingin seperti masa sekolah dulu yang
impiannya selalu berubah. Aku ingin mengejar mimpi dengan penuh kesadaran dan
keseriusan. Tapi aku belum menemukan apa impian dan cita-citaku. Aku mulai
menimbang beberapa bidang yang mungkin bisa aku jadikan target menggapai mimpi.
Satu per satu aku pikirkan, namun tak juga aku temukan.
Kesal hatiku tak sanggup menemukan apa yang harus
aku kejar. Di sebuah kertas putih aku mulai menulis tentang kegalauan hati,
kekesalan, kesedihan, kebingungan dan semua yang aku rasakan. Ternyata tak
mudah bagiku menentukan cita-cita dan impian dalam hidup.
Aku terus mengisi baris per baris si kertas putih.
Perlahan, aku membaca semua yang aku tulis. Ku katakan padamu, saat itu aku
jatuh cinta pada tulisan. Bukan karena aku menganggap tulisanku bagus. Tapi karena
tulisan yang mengetuk kesadaranku akan sebuah mimpi. Aku tersenyum teringat
pada sebuah buku diary mungil, buku catatan harian pertamaku.
Buku yang setiap harinya memuat kisahku yang khas anak remaja pada waktu itu.
Aku membukanya kembali. Membaca lembar demi lembar. Aku takjub karena ternyata
banyak hal yang sudah tidak aku ingat masih terekam dengan baik di sini. Begitu juga dengan buku-buku catatan
harian selanjutnya yang juga menyimpan dengan baik banyak kisah yang sudah
terlupakan. Tanpa sadar, aku memindahkan semua potongan kisahku pada sebuah
benda kesayanganku. “Buku Catatan Harian” yang pada tahun tahun berikutnya juga
memutarkan kembali dengan sempurna cerita-ceritaku.
Sebuah tiupan halus menyusup ke dalam syaraf otakku.
Mengatakan dengan lembut, “Inilah yang kau cari. Kau telah menemukan sebuah
mimpi yang akan merubahmu menjadi seorang yang penuh semangat. Dan pada
perjalananya kau akan banyak belajar menghargai sebuah proses.” Kecintaanku menulis di buku catatan harian
telah meyakinkanku kalau aku ingin menjadi seorang penulis. Sebuah mimpi tanpa
ragu.
Mempersilakan orang membaca tulisanku pada awalnya
adalah hal yang tak mudah untukku. Aku tak cukup punya rasa percaya diri dan
selalu mengatakan kalau tulisanku tak cukup bagus untuk di baca orang. Ternyata
tak mudah mewujudkan mimpi itu. Hambatan pertama justru datang dari diriku
sendiri. Aku hampir menyerah dan memutuskan semua tulisanku hanya aku yang
boleh membacanya.
Hingga akhirnya pada satu waktu, aku menulis catatan
tentang seorang teman yang sukses mencapai impiannya. Aku menuliskan ia sebagai orang yang
penuh semangat, ulet, sungguh-sungguh dan tak menyerah jika hasilnya tak
seperti yang diinginkan. Lagi-lagi sebuah tulisan sanggup membuatku berpikir.
Mengapa aku tak bisa seperti dia? Bukankah untuk mencapai impian itu butuh
usaha dan kesungguhan?
Aku teringat pada diriku sendiri. Rupanya aku tak
pernah sungguh-sungguh. Ketika aku sudah menemukan impianku, aku tak pernah
berusaha untuk mewujudkannya. Aku hanya diam dan tak berkutik pada rasa tidak
percaya diri. Aku harus mengatakan pada diriku, “ Sampai kapan kau akan
mempertahankan rasa takutmu?
Aku mulai melangkah, bertekad dan sungguh-sungguh
mewujudkan impianku. Aku tak akan membiarkan impianku menguap begitu saja. Aku
harus bisa menggapai mimpiku dan aku harus sanggup menyambut apa pun yang akan ada
dalam perjalananku. Aku akan hadapi dengan kesungguhan dan niat untuk belajar
menjadi manusia pantang menyerah.
Tak jarang aku harus mendapat tulisanku tanpa
komentar. Mereka yang membacanya hanya mengedikkan bahu dan dengan malas
berkata, “Nggak tahu”. Aku juga sering mendapat berbagai komentar tentang
tulisanku. Untukku, inilah yang disebut sebagai sebuah proses dan aku harus
menghargainya. Aku tak ingin hanya bermimpi dan aku harus mewujudkan mimpiku.
Beberapa orang menyebut mimpiku sebuah khayalan.
Mereka mengatakan bahwa menulis itu sama dengan mengarang dan mengarang itu
sama dengan bohong. Sesederhana itukah pemikiranmu kawan? Buatku lebih baik
bermimpi daripada hanya berdiam diri. Kau hanya tak mengerti kawan, bagiku
menulis adalah hal yang selalu sanggup membuatku tersenyum dan membuat hariku
di penuhi dengan harapan. Dan jika kau mengatakan menulis itu adalah bohong,
coba kau renungkan kawan. Ketika kau merasa sedih, kau akan lebih berkata jujur
pada si kertas putih di banding kau berbicara pada seseorang . Begitu juga
ketika kau tersipu, gembira, bahkan ketika kau marah, kadangkala kau akan lebih
bisa meluapkan semua hal yang tak bisa kau ucapkan dengan lisan. Sebuah
kejujuran, sesuatu yang berasal dari hatimu. Menulis bagiku adalah bentuk dari
rasa peka dan peduli. Dan bagiku menulis adalah sebuah proses belajar yang
menyenangkan dan indah.
Setiap naskahku tak lolos kompetisi, aku akan
semakin bersemangat. Belajar memperbaiki tulisanku sampai mereka menyebut
tulisanku “ layak baca”. Tangga menuju impianku masih panjang dan aku tak akan
berhenti berjalan sebelum aku sampai.
Bahkan ketika nanti aku telah sampai, aku akan terus berjalan, berjalan dan
berjalan sampai jauh. Akan aku katakan padamu kawan, memiliki impian itu tak
ubahnya seperti suntikan semangat hidup dan berlari menapaki mimpi adalah
wajib. Tak usah pedulikan mereka yang tak mengerti mimpi kita dan hanya bisa
berkata, “Cita-cita kok penulis?” atau “Kok cita-citamu jadi ini dan itu?”
Aku tahu betul apa yang ingin aku capai. Aku juga
tak akan merasa ragu dengan impian pilihanku. Cukuplah aku tersenyum dan
bersungguh sungguh, lebih jauh berjalan bahkan berlari menembus belukar untuk
sampai pada mimpiku. Aku akan terus menulis dan menjadi seorang penulis.
Rinai hujan mulai tak tampak. Matahari mulai
menggantikan tugasnya. Cahayanya mulai berpendar menyapu bumi, membawa harapan
pada seorang anak manusia. Udara segar memasuki jendela kamarku, memberiku satu
semangat.
Aku baru saja menuliskan sebuah catatan khusus.
Catatan mengenai sebuah impian. Aku mendekap erat sebuah pena dan sebuah buku
berharga. Aku pandangi dan membacanya berulang kali. Hatiku berbisik, “Ya, mimpimu
adalah menjadi seorang penulis”. Aku tersenyum simpul. How a beautiful.
Be A writter :)
BalasHapusthats my dream...
Butuh kerja keras untuk mencapai semua itu. Hanya berbekal tekad dan niat untuk belajar.
Never give up :)